Mohon tunggu...
Havilah AnantaSiregar
Havilah AnantaSiregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Indonesia 2018

Selanjutnya

Tutup

Financial

Intellectual Capital, Aset Fundamental dari Paradigma Bisnis yang baru

21 Juni 2021   17:58 Diperbarui: 21 Juni 2021   18:11 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Era masyarakat informasi digital telah membawa perubahan baik dalam segi positif maupun negatif. Teknologi yang kian canggih kemudian menciptakan implikasi berupa perubahan besar terhadap dunia. Hingga kini, berbagai macam teknologi kian hari kian berkembang dengan kapabilitas yang semakin meningkat. Kemudahan dalam mengakses suatu informasi menjadi semakin terbuka bagi seluruh kalangan, yang dapat dimanfaatkan secara luas dan bebas. Hal tersebut kemudian menjadi tantangan baru dalam kehidupan bermasyarakat. Tantangan pada era masyarakat informasi digital tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari, namun juga memiliki implikasi terhadap perubahan di segala bidang, yang mana salah satunya pada bidang perekonomian. Dengan persaingan usaha yang semakin ketat, pelaku ekonomi masa kini mulai mengubah orientasi usahanya yang semula berbasis tenaga kerja (labor-based business) menjadi usaha yang dilandaskan pada pengetahuan (knowledge-based business) secara intensif (Canibano et al., 2000).

Labor-based business merupakan orientasi yang memegang prinsip perusahaan padat karya. Dimana, ketika semakin banyaknya karyawan yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka akan semakin meningkatkan produktivitas perusahaan itu pula sehingga perusahaan kian berkembang. Sementara, perusahaan dengan orientasi knowledge-based business akan berupaya untuk menciptakan suatu cara dalam mengelola pengetahuan (melalui manajemen pengetahuan) sebagai upaya untuk memperoleh penghasilan bagi perusahaan. Dengan penerapan knowledge-based business, maka perkembangan perusahaan akan bergantung pada bagaimana kemampuan manajerial dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya dalam rangka menciptakan nilai perusahaan agar memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) yang berkelanjutan iplikasi yang terjadi akibat dari perubahan orientasi usaha tersebut salah satunya terdapat pada basis penciptaan nilai suatu perusahaan. Dimana, dengan mengubah orientasi perusahaan menjadi knowledge-based business, maka nilai suatu perusahaan tidak lagi hanya dilihat berdasarkan aset berwujud (tangible Assetss) yang dimilikinya. Namun, turut serta memperhitungkan aset tidak berwujud (intangible Assets) yang dimiliki oleh perusahaan.

Aset tidak berwujud sendiri merupakan aset non-moneter yang dapat diidentifikasi, namun tidak memiliki wujud fisik. Seperti hal nya hak paten, merek dagang, goodwill, hingga aset tidak berwujud lainnya yang berhubungan dengan teknologi. Roos dan Roos (1997), Sveiby (1997), Marr, Schiuma, dan Neely (2004), dan Marr dan Roos (2005) mengidentifikasi aset tidak berwujud tersebut sebagai modal intelektual, atau intellectual capital. Mengingat bahwa pada era informasi ini basis penciptaan nilai ekonomi dan kekayaan perusahaan tidak hanya mencakup produk yang dihasilkan oleh perusahaan itu saja, maka intellectual capital dipercaya memiliki peran yang penting dalam penciptaan nilai suatu perusahaan (Powell, 2003). Sehingga, investasi yang dilakukan pada intellectual capital dinilai perlu untuk turut diperhitungkan. Intellectual capital sendiri merupakan sumber daya informasi serta pengetahuan, yang dinilai berguna untuk meningkatkan kemampuan bersaing dan kinerja suatu perusahaan. Dimana, keunggulan kompetitif suatu perusahaan turut ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam mengolah intellectual capital yang dimilikinya. Sementara, laporan keuangan yang disusun secara tradisional tidak mengikutsertakan nilai intellectual capital sebagai aset tidak berwujud di dalamnya. Pada era ekonomi berbasis pengetahuan kini, dimana intellectual capital telah menjadi salah satu faktor produksi, basis penciptaan nilai serta kinerja untuk perusahaan mungkin tidak dapat dilakukan dengan praktik akuntansi tradisional lagi. Sebaliknya, terdapat kebutuhan untuk melakukan pengembangan atas suatu metode baru dengan mempertimbangkan intellectual capital di dalam perhitungannya

Salah satu survei mengenai kontribusi intellectual capital terhadap penciptaan nilai perusahaan dilakukan dengan perusahaan Coca Cola sebagai objek penelitiannya. Berdasarkan survei tersebut, diketahui bahwa besar aset tidak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan lebih besar setelah dibandingkan dengan aset berwujud yang dimilikinya. Selain itu, terdapat pula survei yang dilakukan pada Oktober 2003 silam dengan beberapa perusahaan publik di Amerika Serikat sebagai objek penelitiannya. Dari hasil survei kemudian diketahui bahwa nilai pasar (market value) perusahaan-perusahaan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan nilai buku (book value) yang tertera di neraca keuangan masing-masing perusahaan. Secara umum, diketahui bahwa nilai buku yang tertera pada neraca keuangan mencerminkan aset berwujud dan kondisi finansial perusahaan (Lev, 2005). Sebelumnya, Lev (2001) dalam Chen et al., (2005) mencatat bahwa selama tahun 1977 -- 2001, dalam US Standard and Poors (S&P) 500, rasio nilai pasar terhadap nilai buku perusahaan meningkat dari 1 hingga 5. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sekitar 80% dari nilai pasar perusahaan tidak tercermin dalam laporan keuangan.

Melalui pemaparan aset tidak berwujud dalam PSAK No. 9 (Revisi 2009) diketahui beberapa poin yang bersinggungan dengan komponen intellectual capital. Seperti ilmu pengetahuan mengenai pasar (human capital), perangkat lunak komputer (structural capital), hingga hubungan dengan pemasok atau pelanggan (relational capital). Namun yang terjadi di Indonesia, perusahaan belum memberikan perhatian yang lebih terhadap tiga komponen intellectual capital yang telah dibahas sebelumnya. Karena, intellectual capital masih bersifat voluntary disclosure sehingga perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak memiliki keharusan untuk mengungkapkan aset tidak berwujud yang dimilikinya. Hal tersebut yang menjadikan minimnya informasi mengenai intellectual capital di Indonesia. Perusahaan-perusahaan di Indonesia juga cenderung masih menggunakan conventional based dalam membangun usahanya. Sehingga, produk yang dihasilkan masih kurang mengandung unsur teknologi di dalamnya. Selain itu, perusahaan-perusahaan tersebut juga belum memberikan perhatian lebih terhadap human capital, structural capital, dan relational capital (Abidin, 2000) dalam (Ulum, 2009). Padahal, ketiga komponen intellectual capital tersebut sangat diperlukan dalam upaya menciptakan nilai tambah (value added) pada era masyarakat informasi digital bagi perusahaan kini.

Pada sebagian besar industri, intellectual capital menjadi basis dalam penentuan nilai perusahaan. Perbedaan nilai intellectual capital pada setiap sektor disebabkan oleh perbedaan bidang operasi di setiap sektor industrinya. Beberapa peneliti terdahulu membagikan pengelompokkan kinerja intellectual capital pada setiap industri ke dalam industri padat intellectual capital (High-IC Intensive Industries) dengan industri tidak padat intellectual capital (Low-IC Intensive Industries). Industri yang diklasifikasikan ke dalam industri padat intellectual capital adalah industri yang bergerak dengan basis pengetahuan, keahlian, serta keterampilan, atau yang disebut sebagai knowledge based companies. Selain itu, industri padat intellectual capital dinilai lebih mengandalkan knowledge dalam upaya memiliki daya saing yang tinggi. Seperti halnya lebih mengalokasikan investasinya pada human capital jika dibandingkan dengan nilai investasi pada physical assets. Pengelompokkan perusahaan padat intellectual capital ini berdasarkan pengelompokkan yang dilakukan oleh GICS (Global Industries Classification Standard). GICS sendiri merupakan pengelompokkan industri yang dikembangkan oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI), dan Standard and Poors (S&P) 500 untuk digunakan oleh komunitas keuangan secara global.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun