Mohon tunggu...
Hauraa Dhiyaaulhaqq
Hauraa Dhiyaaulhaqq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi di Bandung

Ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk, semoga bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Segar

Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam

20 April 2021   08:12 Diperbarui: 20 April 2021   08:22 4083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan mental adalah ilmu yang bertujuan untuk menjaga kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan kecacatan mental (Schneider, 1964). Menurut WHO (2019), kesehatan mental terdiri dari efikasi diri, otonomi, kompetensi, saling ketergantungan antar generasi, dan aktualisasi diri. Sedangkan menurut Said M (2005), orang yang sehat mental akan dewasa secara emosional dan sosial, memiliki tanggung jawab atas hidup mereka, mampu mengatasi hambatan keinginan dan harapannya, mampu menerima kenyataan hidup apa adanya, dan mampu menghadapi beban hidup secara efektif dan efisien.

Kesehatan mental ditunjukkan dengan kematangan emosi, kematangan sosial, dan kematangan intelektual untuk menghadapi hambatan secara efektif dan efisien. Menurut Najati (1997), indikator kesehatan mental dalam perspektif islam adalah:

  1. Hubungan dengan Tuhan
  2. Menunjukkan hubungan yang harmonis dengan dirinya sendiri
  3. Memiliki hubungan yang baik dengan sesame
  4. Menunjukkan hubungan yang harmonis dengan alam semesta

Filsafat manusia dalam perspektif psikologi terdiri dari psikoanalisa, behaviorisme, serta humanistik dan transpersonal. Pandangan psikoanalisa menganggap bahwa manusia sebagai makhluk biologis yang dikendalikan oleh sub sadar naluri dengan sifat buruk. Menurut pandangan behaviorisme, manusia adalah makhluk biologis yang dikondisikan oleh lingkungan dan bersifat netral. Sedangkan menurut humanistic dan transpersonal, manusia adalah makhluk unik yang menyatukan organisme somatik, psikis, dan spiritual.

Dalam pandangan filsafat islam, manusia dilahirkan ke bumi sebagai makhluk religius yang suci dan lurus (dalil Qur'an surat Ar-rum (30:30); Al-A'raf (7:172)). Manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna mampu berjalan dan berlari dengan tegak, berbeda jika dibandingkan dengan hewan, selain itu manusia juga diberi akal (dalil Qur'an surat At-tin (94:4)). Manusia dilahirkan dengan potensi yang berbeda satu sama lain dan unik (dalil Qur'an surat Al-Zukhruf (43:32); Ar-rum (30:22); Al-an'am (6:165); dan An-nisa (4:32)). Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, terdiri dari lak-laki dan perempuan, dari suku dan kebangsaan yang berbeda, dengan tujuan untuk saling mengenal (dalil Qur'an surat Al-hujurat (49)), saling membantu (dalil Qur'an surat Al-zukhruf (13:43)), bertingkah laku adil (dalil  Qur'an surat Al-a'raf (7:176)), dan tidak saling merugikan (dalil Qur'an surat Yunus (10:19)). Manusia diciptakan sebagai makhluk yang cerdas, untuk memperoleh, mengatasi, dan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik (dalil Qur'an surat Al-israa' (17:70), Qof (50:6), Abasa (80:24-25), Al-a'rad (13:15)). Manusia memiliki potensi untuk berubah menjadi lebih baik di masa depan (dalil Qur'an surat Ibrahim (14:1), Al-Hasyr (59:18)). Manusia diciptakan memiliki potensi dan kapasitas sebagai khalifah di muka bumi (dalil Qur'an surat Al-baqarah (30)) karena mereka mampu bernalar dan berpikir (diberi ilmu yang luas) untuk melaksanakan kehendakNya dan melaksanakan ketetapan mereka (dalil Qur'an surat Al-baqarah (31)).

Seseorang akan berkembang menjadi individu yang sehat secara mental jika lingkungannya kondusif untuk memfasilitasi pengembangan potensinya, terutama dalam hal kemampuan berpikir rasional, objektif, realistis, dan terlatih untuk menyelesaikan masalah secara efektif dan efesien, berdasarkan norma dan etika Islam. Faktor tauhid merupakan prinsip utama konseptualisasi pemahaman Islam tentang kesehatan jiwa. Oleh karena itu, setiap aspek pemikiran dan tindakan harus berada dalam kesatuan tauhid dalam kehidupan lahir dan batinnya (Khan, 1986). Peran agama untuk manfaat kesehatan fisik dan mental:

  • Agama melindungi manusia untuk berperilaku sehat
  • Agama bisa memperluas jaringan dan sosial interaksi
  • Agama memberikan rasa koherensi dan makna dalam
  • Kehidupan agama sebagai kerangka untuk menafsirkan pengalaman dan peristiwa, terutama dalam situasi yang dianggap sangat menegangkan atau situasi stress.

Hasil intervensi spiritualitas dan religiusitas berhasil menurunkan gangguan somatisasi, gangguan obsesif-kompulsif, depresi, kecemasan, agresi, fobia, gagasan paranoid, dan psikotik. Terapi strukturalisai kognitif yang terintegrasi dengan kehidupan beragama, efektif mengatas berbagai permasalahan dalam berbagai populasi dan perbedaan agama sebagaimana yang dipraktikan oleh Badri (1996) dan Hamdan (2008) dengan metode restrukturisasi kognitif berhasil mengurangi gejala depresi pada klien dengan penggunaan ayat dalam Al-qur'an dan Al-hadits untuk merubah disfungsional pemikiran dan keyakinan irasionalnya.

Kesehatan mental adalah kesejahteraan subjektif yang ditandai dengan kematangan emosi, kematangan sosial, kematangan intelektual, menyesuaikan diri sendiri dan lingkungan keluarga, serta komunitas sosial dimanapun berada. Agama dibutuhkan untuk meningkatkan kondisi dan perilaku psikologis klies jika didorong untuk kembali ke kehidupan spiritual dan ajaran agamanya. Hal ini sejalan dengan fitrah manusia sebagai makhluk suci dan tegak dalam pandangan Islam.

Sumber: 
INTERNATIONAL WEBINAR ON ISLAMIC PSYCHOLOGY "Mental Health in the 5.0 Era"
Mc: Annisa Rachmani T.
Moderator: Nanan Nuraini, S.Psi., M.Sc.
Speaker: Dr. Umar Yusuf Supriatna, M.Si.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun