Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apa yang Hendak Kau Kisahkan Hari Ini?

5 Desember 2020   21:28 Diperbarui: 5 Desember 2020   21:37 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari, ia mendapati kursi itu kosong, kemanakah perempuan itu? Batinnya bertanya lirih. Ia mencari ke segala arah, namun ia tak menemukan apapun.

Perlahan hatinya mulai bimbang, dipikirannya semua prasangka mulai berkelindan, kecemasan mulai membayang di matanya yang teduh.

Ke mana ia harus mencari?
Apakah cerita-cerita yang dituturkannya selama ini, membuat perempuan itu mengambil keputusan untuk pergi?

Tapi perempuan itu amat menyukai tempat duduknya, ia rela terus berada di situ entah berapa lama. Waktu seperti berhenti, semenjak lelaki itu rutin mengunjunginya dan berkisah tentang segalanya. Ia berjanji akan menajamkan telinga agar kisah-kisah itu terdengar bermakna.

Kursi itu, persis di samping jendela, entah pemandangan apa yang ada di luar sana, lelaki itu tak tahu, sebab ia tak pernah berniat sedikitpun duduk di sana.

Ketika ia hendak berkisah, ia mendatangi perempuan itu, mencari kursi lain dan duduk persis di hadapannya, ia akan menatap lurus ke arah mata perempuan itu, lalu ia akan menuturkan cerita yang telah ia siapkan sebelumnya.

Perempuan itu mendengarkan penuh rasa takjub. Sesekali ia melirik keluar jendela, senyumnya terus mengembang, hingga kisah-kisah itu selesai diceritakan. Ia tak pernah menyela atau bertanya.

Meski ia diam saja, tapi lelaki itu mengerti, perempuan itu mendengarkan kisahnya sepenuh hati. Ia telah menjadi sebenar-benarnya tempat kembali, ke manapun lelaki itu pergi.

Tapi, hari ini perempuan itu menghilang, ia hanya menemui kursi kosong dan hampa tanpa manusia. Ia hendak memanggil, tapi lidahnya kelu sebab ia tak tahu nama siapa yang hendak diucapkannya.

Lelaki itu mulai gamang, ia sadar, tak pernah bertanya apapun pada perempuan itu, meski sekadar nama. Lalu, dengan apa ia akan menyapa? Ia tersentak, bahkan dalam doanya perempuan itu hadir hanya sebagai bayangan, bukan nama.

Di sela keraguannya yang makin sempurna, ia melangkah perlahan, mendekati kursi itu, menyentuh ujungnya, lalu ia memberanikan batinnya, duduk di sana. Ia menyadarkan punggungnya di kursi itu, ada kenyamanan yang menyeruak di dadanya, ia menutup mata perlahan meresapi apa yang dirasakannya.

Dalam sekejap kesadarannya seperti tenggelam, ia larut pada bayangan tentang kisah-kisah yang pernah ia ceritakan. Di kursi itu, ia seolah mendengar suaranya sendiri, ia mendengar bagaimana dirinya bertutur tentang alam, beningnya danau, lebatnya hutan, tenangnya lautan dan pantai, dan seluruh hal yang ia sebut sebagai keindahan.

Di pusaran kesadarannya yang lain, ia mendengar dirinya bertutur tentang kesedihan, tentang kehilangan dan perjuangan hidup yang harus dilaluinya sendirian. Ada kegelisahan batin yang terselip amat dalam, di bagian itu, ia tak sanggup lagi bercerita, kisahnya terpotong, suaranya seperti terhenti.

Tiba-tiba jiwanya merindukan kepulangan perempuan itu, ia sedih, tak menemukan tempat kembali selain mata yang teduh itu. Ia ingin melanjutkan kisah itu, ia ingin menumpahkan seluruh rahasia kepedihan maupun kebahagiaannya.

"Jangan menceritakan kesulitan batinmu kecuali kepada Tuhan dan orang yang benar-benar bersedia hidup bersamamu"

Sebuah suara bergema di telinganya. Lelaki itu membuka mata, seketika ia seperti tak percaya pada apa yang ada dihadapannya.

Di kursi yang biasanya ia tempati, perempuan itu duduk seperti biasa, tatapannya tetap teduh seperti menembus seluruh pikirannya.

Sejenak ia tertegun, perempuan itu terlihat biasa saja di hadapannya, ia ingin menghadirkan kembali ingatan awalnya tentang perempuan itu, tentang perasaannya, tentang pengertiannya, namun, ia tak menemukan apapun.

Ia menatap perempuan itu dengan segenap energinya, di mata itu ia melihat segala hal yang ia titipkan pada Tuhan. Ia menyaksikan seluruh kisah hidupnya terpancar dari kedua pupilnya yang tajam.

Ia melihat seluruh dirinya hadir di sana, di kedalaman jiwa perempuan yang begitu setia mendengar cerita-ceritanya. Ia tersentuh, ruang batinnya seperti tak sanggup lagi membedakan siapakah yang kini ada di hadapannya, dirinya ataukah perempuan yang  sedang dicarinya.

"Apa yang hendak kau kisahkan hari ini?"

Suara perempuan itu lebih lembut dari sebelumnya. Lelaki itu tersadar, ia tak memiliki kisah apapun hari ini, semua cerita yang telah ia siapkan berhari-hari telah lenyap entah ke mana. Ia menunduk tak sanggup menyaksikan dirinya terpantul di mata perempuan itu.

"Untuk kisahku hari ini, aku ingin kau mendengarkannya dengan rasa, bukan telinga"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun