Mohon tunggu...
Rahmi H
Rahmi H Mohon Tunggu... Guru - Peskatarian

Ngajar | Baca | Nulis Kadang-Kadang Sekali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Burung-burung Pembawa Doa

28 November 2020   16:45 Diperbarui: 28 November 2020   16:48 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Sore itu, ketika aku menaruh telapak kiriku di bahunya yang kaku, aku mendapati bahu itu tetap tegar. Mungkin ia mengerti, penantiannya telah berakhir, perlahan ia bangkit dari duduknya, berdiri dan menutup jendela, lalu berbalik menatapku.

Aku tak mendapati sorot penantian yang memilukan di kedua matanya yang indah. Mungkinkah aku salah? Tapi, aku kembali untuk menunaikan janji yang pernah aku titipkan kepadanya. Mungkinkah ia memang tidak menungguku?

Ia masih berdiri, kami berhadap-hadapan, tak ada tegur sapa maupun bicara. Mata menjadi satu-satunya penanda, apakah ada rasa yang mungkin perlu diungkap dengan kata.

Aku berusaha menafsir makna dari apa yang terlahir di kedua pupilnya yang terus menyala. Hanya ada rasa datar, namun tetap bermakna, tetap indah, seperti pertama aku memasuki relung jiwanya dengan rasa hampa, sebab aku tak mempercayai Tuhan, sebagaimana dirinya.

Perlahan bibirnya menyunggingkan senyum, tipis, mungkin pertanda ia bahagia. Aku kagum pada ketegarannya, pada kesanggupannya menanti kepulanganku, pada segala harapan yang ia gantungkan di tiap munajatnya kepada Tuhan.

"Apa yang membuatmu setegar ini?" Tiba-tiba aku berucap, tanpa kusadari bahwa aku belum mengucapkan salam. Ia tersenyum, kali ini lebih lebar, lalu berbalik dan kembali membuka jendela. Ia menunjuk ke sebuah arah, ke arah burung-burung yang berderet rapi di kabel-kabel yang terbujur kaku.

Aku kembali menatapnya, mencoba memintanya menjelaskan sesuatu.

"Aku menitipkan doa-doaku pada apa yang dianugerahkan Tuhan kepadaku, yakni burung-burung itu. Tuhan menghadiahiku dengan kehadiran mereka, memberiku kebahagiaan tak terhingga setiap magrib tiba" ia berkata sambil terus menatap kedua mataku.

"Aku tidak menunggu, sebab menunggu hanya untuk mereka yang menanamkan keraguan di hatinya. Sementara Tuhanku, tidak pernah memberi setitik keraguan pun pada hatiku, Tuhanku selalu memberi kepastian, sebab aku tahu Dia Mencintaiku"

Kali ini nyala di matanya kian jelas, aku menangkap sorot keyakinan yang teramat dalam. Lidahku kaku aku tak sanggup berkata apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun