Mohon tunggu...
Hastomi Al Furqoni
Hastomi Al Furqoni Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Civil engineer. Menyukai hiking dan traveling. Tinggal di kota hujan, selatan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Delusi

4 Agustus 2014   20:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:26 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kubah masjid Andalusia Sentul. Photo by @sureadin.

Malam semakin dalam, suara jangkrik semakin nyaring terdengar. Tapi malam ini berbeda karena jangkrik tidak sendiri: suara takbir menggema dari masjid di seluruh kota, diselingi letusan petasan yang tak henti-hanti. Jalanan masih sedikit basah sisa hujan tadi sore.

Saya duduk di teras depan rumah sambil memandangi jalan. Sesekali satu dua kendaraan roda dua atau roda empat melintas. Sepertinya banyak orang – terutama anak muda- yang merayakan malam takbiran ini di jalan di tengah kota. Saya sendiri tidak pernah menghabiskan malam takbiran di luar rumah. Adik-adik dan keponakan sudah tidur, juga bapak-bapaknya. Tinggal ibu-ibu di dapur menyempurnakan persiapan hidangan lebaran untuk besok pagi. Mungkin ini tipikal di semua rumah orang pada malam ini. Demi mengisi waktu lengang ini saya ambil kunci motor dan mencoba berkeliling. Ternyata jalanan penuh ramai, banyak pemuda-pemudi, kendaraan dan petasan. Polisi berjaga-jaga di sudut kota. Saya membelokkan ke jalanan yang agak sepi. Di lapangan-lapangan terlihat pemuda menyiapkan lajur-lajur shaf dengan rafia, dan sesekali terdengar sound system dicoba. Saat angin malam yang dingin menerpa wajah, saya mencoba merenungi satu bulan ke belakang. Satu hal yang saya pelajari dalam Ramadhan kali ini: betapa pikiran dan perasaan kita bisa begitu delusional. Di tengah puasa, saat siang hari dan matahari sedang terik-teriknya, pikiran dan perasaan saya mengatakan bahwa makanan dan minuman apa pun rasanya sangat nikmat seandainya bisa dimakan/minum pada saat itu. Namun saat waktunya berbuka, setelah satu cawan es buah saya habiskan, rasanya es buah itu tidak senikmat yang saya bayangkan pada saat siang hari. Saya mencoba meyakinkan diri saya pada esok siangnya bahwa makanan dan minuman itu sebenarnya tak seindah yang saya bayangkan, tapi pikiran dan perasaan saya tak mampu menerimanya. Di siang hari, tetap saja akal saya berpikir bahwa nikmat sekali makanan dan minuman itu seandainya bisa disantap di siang bolong. Bahkan makanan-makanan kecil yang jarang saya makan pun akan nampak begitu menggairahkan. Begitulah, maka saya menyimpulkan bahwa pikiran dan perasaan kita bukan representasi kebenaran. Ia bisa jadi hanya sebuah delusi .

A delusion is a belief held with strong conviction despite superior evidence to the contrary (Wikipedia)

Saya pikir inilah kelemahan utama manusia. Pikiran dan perasaanya bergantung pada keadaan. Saat lapar dan haus, makanan apapun nampaknya begitu lezat. Saat perut sudah kenyang, berkuranglah gairah pada makanan itu. Manusia tidak mampu berpikir jernih dan melahirkan kebenaran yang hakiki karena selamanya ia bergantung pada apa yang ia rasakan pada saat itu. Maka begitu sesatnya manusia yang menjadikan akal sebagai dasar langkah kehidupannya? Dari sudut pandang ini saya mencoba mendefiniskan; iman adalah meyakini bahwa kebenaran hakiki bukanlah dari apa yang ia pikir dan rasakan, tapi apa yang datangnya dari Allah SWT. Dan taqwa adalah kemampuan untuk mengendalikan perilaku sesuai dengan kebenaran hakiki tersebut, terlepas dari apa yang ia pikir dan rasa. Inilah yang diajarkan dari ibadah puasa. Puasa adalah miniatur kehidupan. Siang hari bisa diibaratkan kehidupan dunia, dan waktu berbuka adalah kematian. Bedanya, kehidupan hanya satu kali, tidak ada restart dan tidak bisa diganti atau diulang. Maka kehidupan dan nikmat dunia ini bisa jadi hanyalah delusi. Apa yang kita pikir dan rasakan nikmat, indah dan menyenangkan selama di dunia ini, kebenarannya bukan itulah kenikmatan yang hakiki. Fajar sebentar lagi datang dan saya harus segera beristirahat. Akhirnya, taqabbalallahu minna wa minkum, siyamanaa wa siyaamakum. Semoga Allah menerima ibadah kita selama bulan Ramadhan ini. Semoga Allah sampaikan kita pada Ramadhan berikutnya. Selamat hari raya Ied Al-Fitr, mohon maaf lahir dan batin. Bogor, 28 July 2014/1 Syawwal 1435.

Kubah masjid Andalusia Sentul. Photo by @sureadin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun