Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penari Balet

4 Juni 2021   02:25 Diperbarui: 4 Juni 2021   02:27 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menatap boneka penari balet di atas meja di ruang tengah. Ini satu-satunya yang mengingatkan aku kalau aku adalah penari balet. Selebihnya tak ada, karena aku mau melupakan banyak hal tentang balet. Tapi itu tak mungkin sehingga boneka penari baletlah yang masih tersisa untuk menjadi pengingat bagi diriku.Walau ada yang melukai diriku, tapi balet adalah jiwaku. Yang tak akan hilang begitu saja. Balet sudah menjadi bagian dari hidupku, walau hanya sedikit waktu aku persembahkan untuk kesukaanku sebagai penari balet.

Aku diperkenalkan balet oleh tanteku. Tanteku melihat aku sebagai gadis kecul , kurus dan anak yang gak bisa tampil percaya diri. Selalu lebih suka mengasingkan diri tanpa teman. Tapi semenjak aku mulai belajar balet, aku seperti menemukan diriku sebenarnya. Aku tumbuh semakin percaya diri dan mampu melepaskan diriku menjadi orang yang mau terbuka dengan banyak orang. Apalagi setelah aku sering tampil dalam banyak pertunjukan. Dan aku mulai dipercaya untuk menari tunggal. Suatu kepercayaan yang luar biasa yang diberikan pada diriku. bertahun-tahun aku menggeluti dunia tari balet dan akhirnya aku bisa menjadi primadona penari balet. Tulisan-tulisan tentang diriku bersliweran di dunia maya, televisi dan koran. Setiap penampilan aku banyak orang yang datang untuk menonton. Talita, penari balet berbakat . Begitulah tulisan di koran ternama.

Ternyata menjadi terkenal bukanlah suatu yang mudah. Bukan usaha yang keras untuk berlatih. Masih ada faktor di luar sana. Ya, ada yang merasa aku tak pantas menjadi primadona, karena ada yang mearsa lebih lama di sanggar yang harus mendapatkannya. Vera. Vera selalu mengusik diriku, kalau aku belum pantas menjadi penari solo. Kalau dialah yang berhak. Sampai suatu hari aku mengetahui siapa Vera itu dan itu semakin membuat hatiku terluka. Saat aku keluar dari gedung tempat berlatih, aku melihat ayah berdiri di depan mobil dan melambai-lambai ke arah seseorang di belakangku.

            "Ayah,"teriak Vera. Aku terpaku lama. Ayah lama memandangku.

            "Ada apa ayah?" tanya Vera. Aku melangkah cepat melewati mereka. Hatiku bener-benar terluka. Jadi Vera anak ayah dari perempuan yang sudah merebutnya dari ibu.  Aku lama gak berlatih dan pelatih sudah beberapa kali menelpon diriku, sampai ibu menegurku.

            "Bu, ternyata Vera yang membenci diriku adalah anak ayah." Aku mulai bercerita.

            "Untuk berlatih dan tampil semua itu gak ada hubungannya Talita, apalagi kamu begitu suka sekali dengan balet,"tukas ibu .

Tapi semua kesukaanku dengan balet akhirnya harus bearkhir. Saat usai pertunjukan aku tahu sekali Vera sengaja menjegal kakiku sampai aku tersungkur ke bawah panggung. Dan panggung itu tinggi . Dan kakiku patah dan aku tak bisa lagi menari balet. Hari-hariku terasa hampa, balet sudah menjadi bagian diriku yang bisa mengubah diriku. Dan hanya satu boneka penari balet inilah yang menjadi saksi aku adalah penari balet handal. Setiap aku rindu balet, selalu aku akan memegang boneka ini. Semua jiwa telah hilang semenjak aku tak bisa menari lagi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun