Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nasib Seekor Kambing

31 Juli 2020   02:30 Diperbarui: 31 Juli 2020   02:21 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : rmco.id

Sudah dua minggu aku dipamerkan di pinggir jalan. Sebetulnya penjualnya sudah dilarang berjualan di pinggir jalan, karena mengganggu lalu lintas. Tapi apa daya, karena tak punya tempat lagi akhirnya berjualan di tepi jalan. Ya, aku adalah seekor kambing yang juga dijajakan oleh pak Amir. Aku sendiri merasa bukan seekor kambing yang patut dibeli. Diriku memang merasa ada cacat di tubuhku yang mungkin orang akan enggan membeliku. 

Ya , di beberapa tubuhku memang ada bekas koreng. Sebenarnya korengku sudah sembuh tapi bekasnya belum sempurna tertutup buluku, sehingga masih terlihat. Beberapa kali orang yang tadinya mau membeli tapi melihat bekas koreng langsung urung membeli. Sungguh sedih. Kapan aku bisa menjadi simbol kurban bagi orang-orang yang mampu. Paling tidak aku bisa bermanfaat saat disembelih. Bisa dibagikan pada orang yang membutuhkan.

Benar saja satu persatu temanku mulai ada yang membeli. Aku sungguh kawatir aku tak ada yang membeli. Aku mulai gelisah.

            "Sebentar lagi kamu pasti dibeli. Sungguh beruntung dirimu?"

            "Jangan putus asa , pasti kau juga akan dibeli orang."

            "Tapi kapan? Sebentar lagi Idul Adha sudah dekat. Tinggal 2 hari lagi." aku mulai lesu, aku tak nafsu makan lagi. Untuk apa aku makan kalau aku tak dibeli orang. Semua kambing akan menjadi kurban, sedangkan aku akan menjadi kambing yang sia-sia saja hidupnya. Benar saja sampai titk akhir hanya tingal aku sendiri yang tak laku. Semua gara-gara korengku. Hidupku bakal sia-sia saja. Kalau aku dibawa pulang dan dikembalikan lagi sama pemiliknya, aku bakal diejek oleh teman-temanku yang lain yang ada di kandang. Sungguh aku tak punya muka untuk bisa kembali lagi ke kandang. Tapi aku harus bagaimana?

Sore hari saat penjual akan membereskan kandang-kandang sementara dan membersihkan tempat ini, tiba-tiba saja ada seorang bapak tua datang ke sana. Bapak itu menanyakan diriku. Penjual juga merasa kalau dia harus mengembalikan ke pemiliknya ada ongkos yang cukup besar ke sana, dan ini ada yang mau membelinya. Akhirnya penjual menawarkan harga aku dengan harga beli saja.

            "Sudah pak, ini harga beli saja, aku gak ambil untung. Penglaris biar jualan habis," tukas penjual. Bapak tua itu membuka kantong lusuhnya dan mulai menghitung uang recehannya.

            "Uang receh semua?"tanya penjual.

            "Ini aku tabung setiap hari agar aku bisa kurban. Hanya uang receh yang bisa aku tabung,"tukasnya sambil menyerahkan uang receh itu pada penjual. Hatiku girang. Lebih girang lagi aku dibeli dengan uang yang dikumpulkan susah payah agar bapak ini bisa berkurban.

Saat hari Idul Adha, aku merasa bangga berjejer dengan kambing lain yang akan dipotong hari ini. Aku melihat bapak tua itu terharu karena dia bisa ikut berkurban . Aku juga turut bangga. 

Dari hidup yang tak mencukupi bapak tua ini masih bisa menyisihkan uang untuk berkurban. Demikianlah berkurban yang sesungguhnya. Dari yang tiada tapi mengusahakan menjadi ada. Dan itu butuh banyak pengorbanan. Terimakasih bapak tua, aku bisa menjadi kurban bagi bapak dan semoga kelimpahan akan diberikan pada bapak tua itu. Dan aku sudah terkapar di tanah  dan dagingku akan banyak manfaat buat banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun