Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pagi Itu

4 Oktober 2019   02:24 Diperbarui: 4 Oktober 2019   02:41 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : www.pixabay.com

Pagi itu aku hanya bisa menangisi jasad anakku. Mati sia-sia karena demo kemarin. Sudah aku bilang jangan pergi untuk apa kau demo, padahal apa yang kamu demokan itu tak kau mengerti apa-apa. Lalu kau katakan ini solidaritas, solidaritas apa? Aku tak mengerti.

Aku menyekolahkan dirimu agar dirimu pintar, bijak dalam mengambil keputusan. Cerdas dan punya kegigihan dan tak terpengaruhi ha-hal negatif. Kenapa? Sampai saat ini aku tak habis pikir. Nyawamu hilang untuk apa. Andai saja kau hidup dan menjadi pintar, hidupmu bisa kau abdikan untuk masarakat banyak. Kau ingat? Katanya kau mau bantu petani agar mereka bisa maju dan berekembang. Kamu ingat? Kamu juga bilang mau memajukan desa tempat lahir bapakmu? Masih ingatkah? Mau bikin koperasi yang mensejahterakan anggotanya. Mau didik anak-anak desa agar punya pikiran maju. Kamu ingat gak? Betapa cita-citamu luhur nak. Aku bangga dengan asamu kelak setelah lulus.

Tapi sekarang? Kamu membisu. Diam tak bicara lagi. hilang semua cita-citamu. Sudah aku katakan berapa kali, kamu masih tak percaya? Kini kau mati sia-sia, siapa yang kamu bela? Orang yang ngomporin atau siapa?

Aku ibumu, aku ingin kau ada di sisiku. Aku ingin kau bisa selalu ada untukku. Jangan pernah kamu berjuang tanpa tahu tujuannya. Lebih baik kau berjuang dengan tujuan yang pasti.

Andai saja kau ada , kau masih bisa meneruskan asamu di desa. Sungguh asa itu harapanku. Sejujurnya aku bingung dengan dirimu yang tiba-tiba saja menggebu-gebu ingin demo.

Tapi lihat? Apa kau senang dengan hasil demomu. Semua fasilitas umum yang dibayar rakyat rusak? Senang? . Polisi juga manusia . dia berhak melindungi masarakat lainnya agar mereka aman.

Lalu bagaimana kalau kalian ada di pihak polisi, dilempari batu, didesak ke depan. Belum lelah yang mendera mereka. Apa yang kamu pikrikan? Aku harus pulang keja dengan ketakutan karena banyak jalan ditutup. Siapakah yang akan melindumgi ibumu?  Kemana tanggung jawab polisi tapi kau malah melempari polisi dengan batu. Apa agar polisi semakin beringas dan orang-orang akan mengatakan pemerintah zholim gitu? Astaga.  Apa yang ada dipikiran kalian.

Demo itu bisa kok baik-baik saja , sudah ada aturannya yang harus dipatuhi. Lalu kenapa tak patuh dengan aturan itu? Lalu kenapa polisi yang dimarahi saat dia harus mengeluarkan gas air mata karena pendemo sudah menjadi liar? Kenapa? Aku tak mengerti.

Sudah hilang harapanku, melihat anakku memajukan desaku. Sudah punah asa ini. Hanya kiriman jasad anakku. Di sini di sebelahku. Sungguh aku tak kuasa bicara apa-apa, hanya penyesalaan. Mengapa aku tak kuat untuk melarangnya? Mengapa tak aku pegang kedua kakinya agar dia tak demo? Andai saja....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun