Aku tahu bapak tak mungkin seperti itu, semua terpaksa karena keadaaan. Aku begitu marah dengan pria itu. Akan aku balaskan rasa sakit bapak untuknya. Lihat saja nanti.
Esoknya tanpa pikir panjang lagi, aku menghampiri pasar. Bapak hari ini tak kerja karena tubuhnya masih sakit. Aku lihat pria itu berdiri di ujung pasar. Sekali-kali dia menengok kanan kiri mencari seseorang.Â
Digengamn pisau yang terasa dingin. Saat sampai di sebelah pria itu tanpa ampun aku tusukan ke perut pria besar itu. Pria itu roboh berlumuran darah. Tubuhku bergetar .
      "Aku sudah membunuh," tukasku di hadapan bapak .
      "Dia tak akan menyakiti bapak lagi,"tukasku. Ibu menjerit dan merangkulku. Bapak terdiam sesaat .
      "Lalu apa hasilnya? Kamu bakal di penjara,"tukas bapak
      "Tapi bapak akan aman , tak akan ada yang menyakiti lagi." Aku menunduk. Biarlah aku membela bapakku. Aku tak mau bapakku diperlakukan semena-mena. Dia , bapakku. Aku menyayanginya. Bapakku orang yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Tak ada satu orangpun yang boleh menghinanya.
Kini dalam sunyi , di balik jeruji aku tetap tersenyum. Pasti bapak akan selalu aman karena pria itu sudah tiada. Dan aku tak pernah menyangka kalau tiga hari kemudian ibuku bercerita kalau bapak dibunuh preman pasar. Atas dasar balas dendam. Aku hanya bisa terdiam. Diam dalam sunyinya jeruji