Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku yang Terbuang

19 Juli 2019   02:28 Diperbarui: 19 Juli 2019   02:32 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : www.pixabay.com

Terasa nyeri seluruh tubuhku. Dan  tubuhku mulai terbakar terkena sinar mentari. Dan setelah malam tiba aku mulai digerogoti oleh tikus-tikus got. Sedikit demi sedikit tubuhku habis dimakan tikus. Dan aku terdampar dalam perut busuknya. Baunya memang seperti sampah karena tikus itu memakan sampah-sampah makanan yang dibuang oleh manusia. Dan aku mulai pusing dan aku mulai tak sadarkan diri lagi. Mungkin untuk selamanya ....

Hampir setiap hari aku dibuang , entah mengapa . Apa karena masakannya gak enak atau mengambil kebanyakan? Entahlah. Tapi yang aku tahu bu Nandin memasak dengan penuh cinta untuk suaminya. Aku merasakannya saat bu Nandin memasak. Semua sudah sesuai dengan resep yang dia tulis dalam sebuah buku. Aku merasakan semangat bu Nandin memasak untuk suaminya.

 "Ibu tahu masakan ibu ada yang dibuang?"

 "Masa sih, aku rasa gaklah. Apalagi aku merasa masakanku lebih enak dari dulu,"tukas bu Nandin sangsi.

 "Tapi bener bu, aku yang merasakannya. Aku yang dibuang ,"tukasku meyakinkannya. Tapi bu Nandin tak bergeming . Hari ini dia tetap masak seperti biasa. Dan kembali aku terbuang lagi dan lagi. Aku harus memberitahu bu Nandin, aku gak mau bu Nandin sia-sia memasak kalau ada yang dibuang. Tapi bu Nandin tetap tak percaya. Aku  turut sedih merasakannya. Perjuangan bu Nandin masak setiap hari sia-sia di tempat sampah. Dan aku akan tetap merasakan pedihnya dibuang ke sampah sampai jadi mangsa tikus jahanam.  Sakitnya aku tak sebanding sakitnya bu Nandin saat tahu kalau ada sebagian masakannya yang dibuang.

Hari demi hari semua berjalan seperti biasa. Aku harus setiap saat menderita. Tapi aku tak pernah mengeluh. Mengapa aku harus mengeluh sedangkan bu Nandin saja tak mengeluh. Dia tetap memasak . Bahkan sudah banyak resep yang ia tulis dalam bukunya. Dan bukunya seperti mantera ajaib bagi bu Nandin untuk menyulap bahan makanan menjadi santapan lezat. Hari ini bu Nandin sedang melap jendela dapur. Setiap jengkal tak luput dibersihkannya. Sampai ia melihat diriku tergeletak di halaman .

            "Mengapa kamu ada di sini?"

            "Sudah aku bilang aku dibuang."

            "Kasihan sekali nasibmu. Duh sayang banget ya,"tukasnya dengan raut wajah sedihnya. Bu Nandin memungut diriku.
            "Gak apa-apa , nanti aku bersihkan. Nanti aku buat jadi rengginang."

Tapi aku melihat bu Nandin tetap memasak. Pagi-pagi dia sudah sibuk di dapur. Walau raut wajahnya biasa saja. Aku merasakan perasaannya..

            "Masih masak bu?"tanyaku

            "Masih."

            "Nanti kalau aku dibuang lagi gimana?"

            "Ya , gak apa-apa. Aku lagi suka masak. Sekarang punya waktu banyak untuk mencoba masakan yang ada di resep. Entah nanti kalau sudah bosan, paling kembali beli lauk di warung depan. "

            "Mahal dong."

            "Enggak, murah kok. Dengan 4000 rupiah sudah dapat banyak. Terlebih lagi tenaga gak hilang ya."

            "Ibu, istri yang baik."

Tapi bu Nandin tak pernah bosan. Masih memasak . Katanya dengan memasak dia bisa punya kegiatan pagi yang bermanfaat sebelum dia mengolah  tubuhnya. Tapi aku sudah mulai jenuh. Aku jenuh jadi yang terbuang. Sakit rasanya. Harus terbuang menjadi sampah kotor di halaman .  Aku sudah tak kuat lagi. 

Aku ingin pergi jauh saja dan tak mau bertemu bu Nandin lagi. Malam itu aku membiarkan tubuhku digerogoti tikus-tikus. Sakitnya tak aku rasakan, karena sebentar lagi aku akan pergi dan tak akan pernah kembali. Selamat tinggal bu Nandin. Semoga ibu tetap semangat memasaknya. Dan tak pernah bosan untuk menyenangkan perut suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun