Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menanti

18 Januari 2019   02:24 Diperbarui: 18 Januari 2019   02:44 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ika berada di stasiun. Ini tanggal yang dijanjikan mama agar Ika menunggu di statsiun. Penantian panjang yang harus Ika lakukan. Berapa lama Ika harus sendiri tanpa kehadiran  mama. Ika ingat waktu itu malam hari mama datang ke kamarnya. Mama bilang mama mau pergi. Mama sudah tak bisa lagi kumpul bersama mereka. Ika diam. 

Mengapa orang dewasa itu selalu membuat sesuatu jadi rumit. Mama bilang dia sudah tidak bisa hidup lagi dengan papa. Mengapa mereka harus berpisah, padahal Ika gak pernah melihat mama dan papa bertengkar. Lalu kenapa mama pergi? Dan mama tega meninggalkannya padahal saat itu dia masih beruur 10 tahun.

            "Lalu kenapa mama pergi. Mama tega meninggalkan aku. Aku hanya mau papa dan mama ada bersamaku,"tukas Ika. Mama mengelus kepala Ika.

            "Kamu belum mengerti nak. Mungkin suatu saat kau akan mengerti. Mama berjanji akan menceritakan semuanya saat kau sudah siap."

            "Kapan itu?" sela Ika.

            "10 tahun lagi, kamu tunggu mama di statsiun ."

            "Kenapa lama sekali?"

            "Karena saat itu kamu akan mengerti kenapa mama pergi?"

Kini sudah 10 tahun dari saat mama pergi. Ika ingat saat itu awal tahun baru. Di sini di awal tahun 10 tahun kemudian, Ika menungu di statsiun. Sudah dari tadi pagi Ikan menunggu. 10 tahun Ika menunggu, dia begitu yakin mamanya akan datang untuknya. 

Walau papa bilang gak mungkin mama datang untuknya setelah lama pergi. Ika meyakini kalau mama tak mungkin bohong. Di saat yang sama Ika tak melihat ada perempuan yang dari tadi mengamatinya. Perempuan dengan kacamata hitam yang juga duduk di stasiun. Perempuan itu menggumam.

            "Ah, Ikaku sudah dewasa. Cantik. Andai saja aku bisa mendampinginya. Tapi semua itu tak mungkin. Semua berubah setelah Dina masuk dalam lingkaran keluarga kecilnya."

            "Ibu mau kemana?" tanya ibu di sebelahnya.

"Gak, menunggu seseorang." Dia ingin mendatangi tapi masih ada yang mengganjal di hatinya. Apakah kalau dia memberitahu apa yang terjadi, Ika akan percaya padanya? Kalau Ika gak percaya bagaimana? Apakah dia akan mengganggu kebahagian Ika dengan papanya. Dia tahu suaminya sudah menikahi Dina setelah dia pergi. Ika tak tahu kalau saat dia pergi itu sebetulnya sudah terjadi perceraian.

Sudah seharian Ika menunggu. Tapi tak ada mama yang datang. Ika memegang foto mamanya. Setiap kereta datang Ika akan memperhatikan perempuan yang turun dari kereta. Ika tetap menanti padahal malam sudah larut. Kini hanya ada Ika dan perempuan berkacamata hitam. Ika melirik perempuan itu. Ika mendekatinya. Paling tidak Ika akan ada teman.

"Boleh duduk di sini?" Perempuan itu mengangguk. Padahal hatinya berdebar. Ingin segera dipeluknya Ika. Rindunya  sudah begitu membuncah. Tapi entah ada sesuatu yang mencegahnya untuk menegur Ika. Andai Ika tidak percaya akan ceritanya? Bagaimana? Apa Ika akan percaya kalau dia pergi karena papanya selingkuh dengan sahabatnya Dina. Apa dia akan membuat kebahagiaan Ika hilang karena ceritanya. Ika sudah tampak bahagia dengan Dina dan papanya. Ah, walau rasa sakit hatinya masih terasa sampai sekarang, bahkan dirinya tetap sendiri karena masih mencintainya. Perempuan itu mulai berdiri saat kereta terakhir datang.

            "Mbak, aku naik kereta dulu. Ada yang ditunggu mbak?"

            "Aku menunggu mama. Dia janji akan datang tapi dia tak menepati janjinya. Aku rindu padanya." Perempuan itu hampir luluh melihat air mata turun dari mata Ika. Dia menyodorkan saputangan padanya. Dia harus pergi sebelum hatinya juga luluh.

            "Mama juga rindu padamu nak,"gumamnya dalam hati. Perempuan itu pergi. Ika kaget saat dia melihat saputangan yang diberikan perempuan itu. Ika tahu ini saputangan mamanya . Benar saja ada inisial A di ujungnya. Ika melihat punggung perempuan itu yang sedang menuju kereta yang sedang berhenti.

            "Mama,"teriak Ika. Ika berlari kencang mengejar mamanya. Perempuan itu mendengarnya tapi dia seolah menutup telinagnya dan kakinya sudah melangkah ke atas kereta. Dia melihat Ika yang sedang berlari mengejarnya.

            "Mama, mama,"teriak Ika mulai terdengar sayup. Kereta mulai berjalan perlahan. Perempuan itu mulai menangis. Tak sanggup dia menoleh ke belakang. Dia tak kuat melihat tangis Ika. Sungguh dia tak kuat.

            "Maafkan mama, Ika, maafkan. Mama sayang kamu." Suaranya tertelan dengan suara kereta yang sudah melaju kencang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun