Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menyoal Listrik Sampah, BPPT Keliru Sikapi Sampah dan PLTSa

24 Desember 2019   00:30 Diperbarui: 24 Desember 2019   00:43 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Rencana pembangunan PLTSa 12 kota di Indonesia. Sumber: indonesiabaik.id

Pemerintah memang aneh dalam urusan sampah, karena satu sisi mendorong PLTSa yang prinsip pengolahannya secara sentralisasi. Namun dilain sisi juga mendorong usaha daur ulang yang mengedepankan pemilahan di sumber timbulannya secara desentralisasi. Kebijakan pro-kontra dari dan oleh pemerintah sendiri. 

Langkah pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi masalah sampah dengan cara instan pakai incenerator Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menjadi sumber energi listrik sejak medio 2016 sampai sekarang terus menggelinding.

Mungkin PLTSa terdengar sangat menarik karena sampah dijadikan listrik, itu berlaku bagi yang belum memahami hal ihwal karakteristik sampah Indonesia dan bahaya akan penggunaan teknologi incenerator. Terlebih yang belum memahami adanya motivasi "oknum" pemerintah dalam mendorong "paksa" PLTSa.

Termasuk sangat menarik perhatian bagi pengusaha atau investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Maka berbondong-bondonglah para pengusaha dan teknokrat saling mengklaim bahwa teknologi yang dikembangkan mereka semua menjadi nomor satu. Padahal ujungnya semua sama menggunakan incenerator (membakar sampah).

Tapi dilain sisi, kelompok aktivis lingkungan yang tergabung dalam Komunitas Tolak Bakar Sampah, salah satu diantaranya adalah penulis telah mengajukan judicial review (JR) atas Perpres No. 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah, ke Mahkamah Agung (MA).

JR dikabulkan dan selanjutnya MA mencabut Perpres No. 18 Tahun 2016 karena kebijakan atas solusi dengan PLTSa incenerator dan strategi pengelolaannya tidak tepat sasaran dan berpotensi mengeruk dana rakyat dan merusak kesehatan lingkungan dan masyarakat. Termasuk akan merusak usaha industri daur ulang sampah organik dan anorganik.

Alasan JR karena Perpres No.  18 Tahun 2016 dianggap bertentangan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di Indonesia dan termasuk melanggar Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm tentang. Bahan Pencemar Organik yang Persisten).

PLTSa dengan teknologi Incenerator itu merupakan upaya pemerintah yang didorong oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 2016 yang justru lebih banyak menimbulkan pencemaran lingkungan dan berbahaya dari pada bermanfaat menghasilkan listrik. Justru akan terjadi monopoli pengelolaan sampah atau merusak system tata kelola sampah yang diamanatkan regulasi persampahan.

Pembangkit listrik tenaga sampah yang berpotensi bermasalah besar itu, selain permintaan tipping fee yang melebihi ambang batas kemampuan pemerintah dan pemerintah daerah yaitu antara 300-500 ribu/ton. Selain itu dalam Perpres PLTSa sudah menyebut secara spesifik penggunaan metode thermal incinerator atau pembakaran yang akan mengubah sampah untuk menjadi energi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun