Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pengurangan Emisi Sampah Plastik

10 Agustus 2019   00:35 Diperbarui: 12 Agustus 2019   14:40 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sampah menu pesawat Garuda Indonesia. Sumber: Pribadi

"Bila pemerintah mau bersungguh-sungguh mengatur dalam rangka pengurangan timbunan sampah plastik, maka pelarangan SUP saya anggap tidak tepat" Prof. Akbar Tahir, Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.

Tulisan bersumber dari Facebook Prof. Akbar, pemahaman ini penting untuk diketahui oleh stakeholder persampahan di seluruh Indonesia. Terima kasih Prof. Akbar yang tidak henti-hentinya memberi pelajaran sekaligus mengingatkan agar jangan salah menyikapi sampah plastik.

Dunia internasional saat ini tengah giat-giatnya melakukan berbagai upaya untuk mengurangi kebocoran (emisi) sampah plastik ke lingkungan perairan, khususnya lingkungan lautan yang porsinya memang sangat besar di muka bumi ini.

Beberapa strategi intervensi yang banyak digunakan di muka bumi ini adalah pengurangan atau bahkan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai (SUP: single use plastic), pengurangan penggunaan plastik personal dan penerapan sistem deposit di banyak negara (maju).

Saat ini, ada 14 item atau kelompok produk plastik yang menjadi fokus para ahli di muka bumi ini, seperti: kantong plastik, plastik pembungkus (soft wrappers), botol plastik, gelas plastik, tutup botol, filter rokok, sanitary products, tali plastik, jaring, pelampung, perabot/furnitur berbahan plastik, kotak makanan (food container), tangki/ember plastik, alat makan plastik (cuttlery, stirrer, straw) serta fragmen-fragmen keras plastik lainnya. 

Semuanya, ternyata memiliki 'kualitas' berbeda yang menyebabkan laju degradasinya pun berbeda-beda. Belum lagi dengan perbedaan zona iklim (temperate, sub-tropic ataupun tropic) semuanya menyisakan masalah dalam membuat model estimasi laju degradasi masing-masing item yang ujungnya adalah emisi mikroplastik di lingkungan akuatik. Hal ini semakin diperumit dengan lokasi sampah plastik itu berada: daratan, sungai, pantai atau di permukaan laut.

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mereduksi peningkatan tumpukan sampah plastik di lingkungan. Tapi belum banyak yang berhasil, terlebih bila di negara dimana penggunaan plastik tidak disertai dengan pengelolaan sampah padat yang baik serta tingkat kesadaran warga yang masih sangat rendah, seperti Indonesia. 

Masih banyak praktik pembakaran sampah dilakukan akibat tidak terkoleksinya sampah-sampah padat secara optimal. Semua ini membuat ciut nyali kita akan kemampuan kita dalam mengelola sampah padat yang kandungan unsur plastiknya sangat besar.

Belakangan ini, banyak pemerintah daerah yang mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai, yang umum dikenal di negara-negara maju: kantong plastik, sedotan plastik dan wadah makanan dan minuman berbasis styrofoam. 

Sementara itu, bahan-bahan berkemasan plastik yang sangat banyak jenisnya kurang mendapat perhatian. Sebut saja sachet shampoo/sabun/kopi, bungkus mie instan dan produk-produk segar seperti tempe dan kue jajanan, refill minyak goreng/pewangi cucian dan masih banyak lagi.

Jumlah kemasan ini sangat banyak jenisnya dan luput dari regulasi. Semua super market/outlet resmi sudah mengharuskan membayar kantong plastik (terakhir kelompok Giant tanggal 8 Agustus 2019). Kenapa hanya kantong plastik...???

Bila pemerintah mau bersungguh-sungguh mengatur dalam rangka pengurangan timbunan sampah plastik, maka pelarangan SUP saya anggap tidak tepat.

Apalagi dengan kantong plastik berbayar yang saya anggap hanya akan semakin menguntungkan para pedagang retail/outlet resmi. Dana yang dikutip dari pembeli/konsumen seharusnya dialirkan juga untuk pengelolaan sampah plastik, bukan hanya diam dan menumpuk dalam pundi-pundi pihak tertentu.

Mungkin perlu saya ingatkan para pembuat kebijakan agar dalam menerbitkan instrumen regulasi (sebagai suprastruktur) seharusnya dipertimbangkan infrastruktur dan substruktur penunjangnya. 

Fasilitas pengelolaan sampah harus sudah memadai, masyarakat (dan para pengawal kebijakan) harus sudah diedukasi dengan baik agar aturan-aturan itu dapat terlaksana dengan baik dan target dapat tercapai, minimal 85%. 

Kalau hanya mengeluarkan aturan larang melarang, semua juga bisa. Tapi apakah sudah disusun kerangka strategi pendukung aturan yang diterbitkan....??? 

Belum lagi bila di belakang aturan yang diterbitkan disisipkan kepentingan pihak-pihak tertentu. Banyak kan aturan di negeri ini yang dibuat dengan back-up pihak-pihak pemain utama yang sangat kuat dan tidak mudah tersentuh...???

Harapan saya, agar pihak pembuat dan pengawas pelaksanaan aturan (regulator), untuk benar-benar memperhitungkan semua aspek sebelum menerbitkan aturan agar tidak merupakan aturan yang hanya menguntungkan atau bermanfaat untuk pihak-pihak tertentu saja. 

Pemerintah harus memikirkan kepentingan semua pihak yang terkait dengan penerbitan regulasi tertentu. Tanpa itu, tidak akan tercapai keadilan seperti yang selama ini kita dengungkan dalam Panca Sila Republik Indonesia.  Pemerintah harus mengayomi semua warga negara, bukannya pada pihak-pihak tertentu saja.

Makassar, 10 Agustus 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun