Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Inkonsistensi Regulasi Menjadi Penyebab Indonesia Darurat Sampah

14 April 2019   16:42 Diperbarui: 15 April 2019   03:43 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kondisi TPA Regional Piyungan, Bantul DI. Yogyakarta (12/4/19). Sumber: Pribadi

Sumber masalah pada regulasi persampahan yang tidak dijalankan dengan benar alias inkonsistensi regulasi, diduga terjadi kesengajaan saja, karena regulasi sudah benar. Namun para pelaksana - stakeholder - tidak jujur dan tidak adil menjalankan regulasi, ahirnya terjadi penyalahgunaan wewenang yang sungguh luar biasa. 

Alibinya, UU. No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) yang sangat "jelas" dan transparan mengamanatkan atau memerintahkan adanya pengelolaan sampah di sumber timbulannya (Pasal 13, 44 dan 45 UUPS). Sampah harus dikelola di kawasan timbulannya dengan menguatkan kelompok pengelola sampah. 

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) masih berfokus mengangkut sampah ke TPA dan menumpuklah sampah di TPA. Pengelolaannya hanya open dumping.

Sementara open dumping ini seharusnya dihentikan sejak tahun 2013. Tapi faktanya hampir semua TPA di Indonesia, masih menerapkan pola open dumping. Seharusnya beralih ke pola control landfill atau sanitary landfill di TPA sekaligus melaksanakan "sosialisasi dan edukasi" gerakan 3R melalui bank sampah atau TPS3R ke masyarakat. 

Diduga keras bahwa pemda yang didukung pemerintah pusat sengaja pertahankan keberadaan pola pengelolaan TPA dengan paradigma lama (kumpul, angkut dan buang ke TPA). Karena masih ingin monopoli "dana" pengelolaan dan pengolahan sampah, khususnya dana-dana yang mengalir melalui operasional di TPA.

Jelas ini semua berorientasi proyek - anggaran - saja yang bukan orientasi program untuk mengembangkan pengelolaan sampah di sumber timbulannya, melalui penguatan kelembagaan bank sampah. Artinya pengelolaan secara berkelanjutan yang memberi profit dan benefit di masyarakat.

Kalaupun ada program pengelolaan sampah di kawasan, seperti adanya bank sampah dan TPS3R. Semua itu hanya formalitas semata untuk alur mendapatkan atau mengeluarkan biaya APBN/D untuk operasional. 

Antara bank sampah dan TPS3R juga pemerintah dan pemda tidak adil dalam aplikasinya. TPS3R dibiayai oleh pemerintah sementara bank sampah dibiarkan secara swadaya murni masyarakat. Ada daerah yang membiayai bank sampah dan umumnya terjadi pemerintah dan pemda melepaskan tanggungjawabnya terhadap bank sampah.

TPS3R juga pada praktiknya sama dengan TPA, TPA dan TPS3R hanya menerima buangan sampah tanpa dipilah atau sampah gelondongan. Ada beberapa daerah terjadi atau dilarang memilah sampah rumah tangga. Pastinya minus gerakan Reduse, Reuse dan Recycle (3R) yang teraplikasi dengan benar di masyarakat sesuai amanat regulasi. 

Termasuk pemerintah pusat mendorong pemda untuk membentuk Bank Sampah Induk (BSI). BSI ini dipaksa atau sengaja diadakan untuk bertindak selaku kelompok usaha yang memayungi bank sampah. Padahal BSI bukanlah badan usaha yang diakui di NKRI. BSI tidak bankcable.

Padahal pada praktiknya BSI bagaikan usaha pelapak konvensional dan berpotensi besar mematikan aktifitas bank sampah dan usaha pelapak. BSI tidak melakukan edukasi dan sosialisasi dalam merubah paradigma kelola sampah di masyarakat. Menjadi catatan penting untuk diketahui oleh penegak hukum adalah BSI dimiliki dan/atau dikelola oleh kelompok tertentu - pemda - yang dekat dengan keluarga atau kolega penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun