Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mutlak Kesesuaian Kelembagaan dan Regulasi dalam Solusi Sampah

12 April 2019   01:47 Diperbarui: 12 April 2019   03:25 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Potensi sampah terabaikan karena tanpa kelembagaan pengelola sampah. Sumber: Pribadi

Dalam kelembagaan dan jejaring pengelolaan dan pengolahan sampah, cukup rumit terlaksana dengan baik bila tidak fokus dan sinergi antar jejaring pengelola bank sampah dan stakeholder lainnya secara utuh. Semua hanya akan menjadi aksesoris dan bancakan korupsi oknum penguasa dan pengusaha. 

Pengelolaan dan pengolahan sampah mencakup suatu kegiatan multidisiplin yang bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut beberapa aspek yang disertai penguatan kelembagaan bank sampah agar memiliki legal standing dalam melakukan aktivitasnya. Kelembagaan yang kuat akan menjadikan pengelolaan sampah berkelanjutan.

Aspek multidisiplin yang dimaksud adalah sosial-budaya, kesehatan, ekonomi dan kondisi fisik suatu wilayah serta harus memerhatikan karakteristik sampah dan karakteristik bisnis pada pihak yang dilayani, yaitu masyarakat perkotaan dan perdesaan yang sekaligus melayani dunia industri dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan bersama. 

Perancangan serta pemilihan organisasi kelembagaan yang melayani persampahan di suatu wilayah harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah yang membinanya atau harus mengikuti alur regulasi atau perundangan persampahan serta regulasi penunjang lainnya yang mengikat dalam sebuah kebijakan persampahan. 

Termasuk harus mengikuti pola atau sistem operasional yang diterapkan, kapasitas kerja sistem dan lingkup tugas pokok dan fungsi yang harus ditangani (Rahardyan dan Widagdo, 2005, Damanhuri - Padmi, 2011) . Hal ini pula telah dilakukan studi kasus kelembagaan pengelola sampah yang ideal di daerah oleh Sri Nurhayati Qodriyatun, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR-RI (2015). 

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur dalam pengendalian lingkungan dan persampahan, yaitu: 

Pertama: UU. No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. 

Kedua: UU. No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) 

Ketiga: Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. 

Keempat: Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. Pada Permendagri ini diikuti arahan pembentukan lembaga pengelola sampah atau badan layanan umum daerah (BLUD). Maka permendagri ini perlu diterbitkan kembali untuk menjadi acuan dasar di pemda kabupaten dan kota. 5

Kelima: Permen Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah. 

Keenam: Permen Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. 

Kebutuhan pengembangan organisasi dan kelembagaan pengelola sampah secara umum harus didasarkan pada kompleksitas permasalahan persampahan yang dihadapi oleh pemda kab/kota dengan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. 

Harus ada pemisahan yang jelas atara regulator dan eksekutor. Bila setiap pemerintah daerah (pemda) tidak mengacu pada regulasi (hal pembentukan BLUD), akan menemui kendala, utamanya dalam hal teknis dan pendanaan termasuk perolehan dana persampahan dari pihak ketiga. 

Karena terkendala sebuah sistem politik anggaran yang tidak bisa sembarang menerima dana bila tanpa BLUD sebagai unit kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). SKPD sebagai regulator yang merancang dan menjadi fasilitator kebijakan wilayah atau lokal harus mengikuti regulasi diatasnya dan BLUD yang melaksanakan program (baca: eksekutor).

BLUD sebagai pemungut dan pengelola biaya atas barang/jasa, tarif yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan dilaksanakan bersama bank sampah sesuai regulasi yang menjadi patokannya. 

Ilustrasi: Tempat sampah terpilah akan menjadi aksesoris bila tanpa bank sampah yang mengelolanya. Sumber: Pribadi
Ilustrasi: Tempat sampah terpilah akan menjadi aksesoris bila tanpa bank sampah yang mengelolanya. Sumber: Pribadi
Acuan-acuan peraturan atau perundangan yang berkaitan dengan masalah kelembagaan yang perlu jadi perhatian pemda dalam pengelolaan sampah adalah: 

Pertama: UU. No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 

Kedua: Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kab/Kota. 

Ketiga: Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Struktur Organisasi Dinas Daerah. 

Keempat: Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. 

Kelima: Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 

Keenam: Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011. 

Ketujuh: Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011. 

Dalam regulasi pengelolaan sampah memang kelihatan rumit bila hanya mengurut aturan yang ada dan tidak mau memahaminya atau ingin monopoli bisnis sampah atau hanya berpikir olah sanpah di Tempat Penampungan sampah Ahir (TPA) saja yang dengan mudah mempermainkan dana tercecer disana. Ahirnya berpura-pura mau menciptakan solusi, ujungnya terjadi pembohongan publik.

Bila regulasi sampah dan regulasi pendukungnya dicermati dengan baik dengan kaitan antar aturan yang ada, serta niat mengelola dengan bisnis yang jujur. Maka regulasi yang ada akan sangat menguntungkan oleh semua pihak dalam pelaksanaannya. 

Dalam usaha mengelola sampah menjadi manfaat, juga akan menemukan sebuah bisnis baru di persampahan dengan baik dan profit besar yang tidak akan habis dibagi oleh manusia itu sendiri sebagai produsen bahan bakunya yang disebut sampah dan diperoleh secara halal tanpa korupsi atau tanpa merampok uang rakyat. 

Sebuah kenyataan yang harus kita terima sebagai wujud atau keharusan mengikuti amanat regulasi dalam negara kesatuan republik Indonesia yang berdasar atas hukum. Bukan atas dasar kekuasaan belaka untuk seenaknya mengeluarkan kebijakan. 

Sebaiknya pemerintah (Presiden dan DPR) menetapkan acuan kelembagaan pengelola sampah di daerah. Karena sampai saat ini kelembagaan masih beragam di daerah. Ahirnya terjadi darurat sampah yang berkepanjangan. Padahal kelembagaan sampah ini sangat berpengaruh terhadap pelayanan persampahan. 

Selain pemerintah dan pemda yang harus mengikuti arahan perundangan tersebut. Para pengelola asosiasi yang berbasis sampah harus pula ikut memahami regulasi. Agar terjadi sinkronisasi gerak langkah dalam mengatasi permasalahan sampah. Jangan alergi regulasi. 

Skenario atau pemilihan model organisasi dan kelembagaan harus disesuaikan amanat regulasi. Kecuali pada program kerja, pemanfaatan teknologi disetiap daerah bisa saja berbeda atau bervariasi sesuai kreatifitas dan kearifan lokal serta daya dukung sumber daya manusianya. Tentu pula harus didasari dengan kepentingan bersama dan bukan berdasar kepentingan kelompok tertentu yang kebetulan pada posisi berkuasa. 

Bila hal ini dijalankan dengan penuh kesadaran sebagai pelayan masyarakat. Yakinlah bahwa Indonesia akan keluar dari permasalahan sampah yang selama ini menyeret para pengambil kebijakan pada posisi dilematis dan ahirnya menciptakan kebijakan sepihak.

Jogja, 11 April 2019

Ilustrasi: Potensi sampah terabaikan karena tanpa kelembagaan pengelola sampah. Sumber: Pribadi
Ilustrasi: Potensi sampah terabaikan karena tanpa kelembagaan pengelola sampah. Sumber: Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun