Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebijakan Prematur Pergub Jakarta Larangan Kantong Plastik

23 Februari 2019   03:16 Diperbarui: 23 Februari 2019   09:22 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kantong plastik sebuah keniscayaan dalam peradaban modern. Sumber: Pribadi

Jakarta (23/2) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menargetkan peraturan gubernur (pergub) soal larangan penggunaan kantong plastik rampung pada bulan Maret 2019 dan akan disosialisasi selama 6 (enam) bulan. Dipastikan Gubernur Jakarta kurang memahami substansi masalah, hanya mendapat info dari bawahannya yang tidak komprehensif.

Kebijakan ini prematur dan bukan murni datang dari kehendak pemerintah daerah, tapi terlalu ambisius tanpa dasar yang kuat serta diduga ada dorongan kuat dari pemerintah pusat cq: KLHK (oknum) bila menganalisa skenario issu plastik yang merebak sejak tahun 2016, untuk mengaburkan atau menutup masalah program Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang diduga keras terjadi abuse of power atau penyalahgunaan wewenang. Sejak bulan Pebruari 2016 setelah diprotes keras oleh Green Indonesia Foundation (GIF) yang dipimpin oleh Asrul Hoesein sejak diberlakukannya pada tanggal 21 Pebruari 2016.

Kebijakan KPB melalui Surat Edaran (SE) Dirjen Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) No. S.1230/PSLB3-PS/2016 Perihal Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Betbayar tertanggal 17 Pebruari 2016 yang diteken oleh Dirjen PSLB3-KLHK Tuti Hendrawati Mintarsih (beberapa kali terbit SE tentang KPB sejak Desember 2015 s/d ahir 2016). Sangat jelas dipaksakan oleh PSLB3-KLHK dan mitra-mitranya.

Rencana kebijakan pergub tersebut sangatlah prematur atau melanggar UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), KUH Perdata dan juga melanggar Perda No.3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Jakarta. Maka seharusnya laksanakan Perda Jakarta tersebut, tentu akan terjadi minimalisasi sampah ke TPST Bantargebang. Juga dalam regulasi sampah tidak ada satupun prasa atau kata dan kalimat yang tertulis larangan penggunaan produk dalam solusi sampah. 

Tapi solusi sampah yang harus dijalankan pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) yang diamanatkan dalam regulasi tersebut adalah pengelolaan dan pengolahan sampah di kawasan timbulannya dengan berdasar pada Pasal 13 dan 45 UUPS yang dibarengi dengan pelaksanaan Pasal 44 UUPS yang mengamanatkan kepada pemda untuk membuat perencanaan penutupan TPA.

Sebelum ada pengganti kantong plastik itu, seharusnya pergub dan perwali lainnya ini dihentikan membahas atau mencabutnya karena sebuah kebijakan yang dipaksakan dan akan berakibat fatal merugikan industri, supplier, pedagang dan masyarakat. 

Sangat disayangkan pula peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sepertinya tidak bernyali menghadapi kebijakan larangan penggunaan kantong plastik untuk membela kepentingan konsumen, termasuk kepada walikota-walikota yang sudah memberlakukan larangan kantong plastik ini dibiarkan saja, termasuk Permprov. 

Bali yang sudah memberlakukan sebelumnya dan bahkan Pergub. Bali bukan cuma kantong plastik yang dilarang tapi juga penggunaan PS-Foam dan Sedotan Plastik. Jelas bahwa jika larangan penggunaan kantong plastik ini tidak dibarengi dengan solusi dan/atau menyiapkan pengganti kantong plastik, warga dan pelaku usaha akan kesulitan dan dirugikan. Janganlah menerbitkan sebuah kebijakan atas nama penyelamatan lingkungan justru akan menyulitkan semua pihak yang berdampak lebih buruk lagi. 

Bahkan rencana kebijakan Pemprov. Jakarta ini serta Pergub. Bali dan perwali-perwali, sama saja menyuruh pedagang atau toko modern ritel dan pasar tradisional melanggar KUH Perdata khususnya yang mewajibkan para pedagang menyerahkan barang dagangannya kepada pembeli (baca: konsumen) secara utuh.

Penyerahan barang secara utuh yang dimaksud dalam KUH Perdata tersebut yaitu barang yang dibeli oleh konsumen wajib bagi pedagang atau penjual melengkapinya dengan kantong atau dibungkus untuk memudahkan pihak konsumen dalam berbelanja. Ini merupakan salah satu bentuk pelayanan sekaligus menjadi perlindungan konsumen yang harus ditegakkan baik oleh pedagang maupun oleh pemerintah dan pemda sendiri sebagai fasilitator dan regulator.

Jelas kebijakan larangan penggunaan Kantong Plastik, PS-Foam dan Sedotan Plastik tersebut harus dihentikan dan dibatalkan demi hukum atas nama perlindungan konsumen dan industri serta usaha-usaha daur ulang plastik. 

Sementara untuk pengganti kantong plastik, sampai saat ini juga belum ada disiapkan pengganti kantong dan bahkan disinyalir tidak ada produk yang bisa menggantikan kantong plastik tersebut dengan harga murah serta dipastikan ramah lingkungan dari pada kardus atau kertas yang juga harganya mahal.

Bila dengan alasan ada kantong plastik ramah lingkungan, itu sama saja pembohongan publik untuk dipergunakan secara massal. Kerena semua jenis plastik termasuk plastik yang ditengarai ramah lingkungan, juga sesungguhnya tidak berkategori ramah lingkungan, karena masih mengandung mikroplastik. 

Bahkan bisa lebih berbahaya karena akan larut dalam air dan tenggelam yang tentu berbeda dengan karakteristik kantong plastik konvensional yang mengapung di air serta tidak hancur.

Maka solusi terbaik, bijak dan berkeadilan adalah dengan tegas pemerintah dan pemda segera melaksanakan pengelolaan sampah kawasan dengan membangun bank-bank sampah di setiap desa dan kelurahan. Termasuk pada kawasan perumahan, pertokoan, hotel, kawasan industri, pasar tradisional, rumah sakit, bantaran sungai, pelabuhan dll. 

Dimana bank sampah ini juga merupakan wakil pemerintah dan pemda terdepan sebagai perekayasa sosial untuk perubahan paradigma kelola sampah di masyarakat serta bank sampah juga sebagai basis waste management yang harus diberdayakan dan bukan diperdayakan seperti saat ini terjadi.

Termasuk bank sampah akan menjadi agen extanded produsen responsibility (EPR) yang akan berlaku efektif pada tahun 2022. Pada masa pemberlakuan program EPR ini, peran bank sampah sangatlah strategis sebagai wakil pemerintah untuk mensukseskan atau mengawal program EPR tersebut. 

Justru bank sampah ini sebagai infrastruktur persampahan harus dipersiapkan, dibangun dan dikuatkan secara massif untuk melaksanakan tugasnya sebagai perekayasa sosial dan perekayasa bisnis melalui pendirian primer koperasi bank sampah (PKBS) serta sebagai agen EPR. 

Bank sampah lemah, maka secara otomatis waste management akan lumpuh dan Indonesia akan tetap berada pada kondisi darurat - korupsi - sampah yang akan dikuasai oleh mafia-mafia persampahan baik oleh oknum di dalam dan di luar birokrasi yang memonopoli pengelolaan sampah melalui pendirian bank sampah induk (BSI) yang nyata BSI ini tidak ada petunjuk dalam regulasi untuk mendirikan BSI, malah seharusnya pemda membangun percontohan bank sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun