Mohon tunggu...
Hasrianti
Hasrianti Mohon Tunggu... Lainnya - Wanita, Indonesia

Sesekali menulis artikel bertema sejarah budaya-humaniora, dan tulisan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen| Utopia

24 Desember 2022   00:02 Diperbarui: 24 Desember 2022   22:12 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yaser, "Hei kawan-kawanku, beruntunglah kita yang masih terus berbuat, terus berjalan, terus bicara, terus mengkritik dalam ketimpangan dunia macam ini! Itu artinya kita masih punya harapan. Dan, itu berarti juga, ada optimisme di antara kacamata yang sangat hati-hati, bahkan kadang skeptis. Apakah saya masih terlihat bodoh?".

Yaser, "Kalian memang cerdas, kawan-kawanku. Saya jadi ingat 'Pitaruah Ayah', sebuah Gurindam Nasihat Perkawinan yang sering terdengar menjelang lelap pada beberapa malam. Katanya, sebagaimana sering terdengar dalam ajaran Islam, Hawa berasal dari tulang rusuk Adam. 

Hawa tidak berasal dari tulang punggung sebab dia akan terus menurut di belakang. Tidak juga dari tulang dada sebab akan mendahului di depan. Tidak dari tulang kaki sebab akan diinjak-injak oleh laki-laki. Juga tidak dari tulang tengkorak sebab akan mengepalai dalam suatu rumah tangga. Tulang rusuk kiranya memberikan makna suatu perdampingan dan keseimbangan. Keseimbangan yang belum tentu suatu kesamaan. Itu suatu referensi saja dari banyak referensi lain yang punya konteks kebenarannya sendiri-sendiri."

Ferdy, "Hei Yance, itu agaknya terlalu eksistensial. Ehm, kupinjam istilahmu kawan. Saya lebih tertarik bicara kontekstual, bahwa perkembangan hak dan kesetaraan seharusnya tidak lagi melihat asal-usul tulang yang juga belum tentu benar. Kalaupun benar, memangnya kenapa?"

Ferdy tertawa, dan lalu melanjutkan. "Padahal toh kita mengerti, dari kacamata eksak sekalipun, bahkan struktur tubuh manusia disusun oleh protein yang sama dengan struktur tubuh sejumlah mamalia. Bagaimana mungkin bisa membandingkannya dari perspektif status sosial? Tentang perempuan dan lelaki, dari tulang dan protein manapun ia diciptakan, faktanya, ia harus hidup dalam dunia yang (sepertinya) harus ditempatkan dalam konteks. Kalau saja saya bisa usul pada Tuhan, kenapa tidak dibuat tak bertulang ya? Hahaha!"

"Ah, kau memang keras kepala Yaser, sekaligus penuh inisiatif. Saya tak keberatan angkat kopi setulus hati buatmu, kawan", Hafidz mengangkat gelas kopi yang sisa setengah.

Lanjutnya lagi, "Maaf, barangkali ini agak keluar dari konteks, tapi saya mau bilang: dalam sebuah filsafat agama, jika saya tak keliru, ada 4 kategori manusia di dunia ini. Man adri annahu adri (orang yang tahu dirinya tahu), Man adri annahu la adri (orang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu), Man la adri annahu adri (orang yang tak tahu bahwa dirinya tahu), Man la adri annahu la adri (orang yang tak tahu bahwa dirinya tak tahu).

Hafidz, "Saya golongan ke-2. Jadi, saya tak cemas disebut orang bodoh. Ferdy sepertinya tidak semuanya, Yaser. Karena sebetulnya ia orang yang tahu, tapi pura-pura tak tahu. Benar, kan?".

Ferdy, "Hahaha. Saya pilih yang ke-5 sajalah, tidak harus tunduk untuk mengklasifikasikan diri pada salah satunya toh? Orang yang tahu, tapi sebenarnya belum tentu tahu, dan mencoba mencari tahu. Bahwa kadang ia pun ragu tentang apa yang ia ketahui. Hahaha."

"Hahaha", suara tawa Yaser penuhi ruangan.

Ocha, "Halo semua, Assalamu'alaikum!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun