Mohon tunggu...
Hasrianti
Hasrianti Mohon Tunggu... Lainnya - Wanita, Indonesia

Sesekali menulis artikel bertema sejarah budaya-humaniora, dan tulisan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen| Utopia

24 Desember 2022   00:02 Diperbarui: 24 Desember 2022   22:12 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

             "Kawan, kesetaraan adalah sesuatu yang utopis. Sesuatu yang tidak mungkin. Kecantikan wanita adalah kutukan bagi lelaki. Pesonanya merupakan awal kebodohan bagi lawan jenisnya untuk menerima eksistensi wanita secara rasional dan sejajar", kata Ferdy saat kumpul-kumpul di sekretariat mahasiswa.          

"Saya suka pemikiranmu itu, tajam dan kerap liar, kawan", Yaser yang sedari tadi sibuk membersihkan megapon, bicara juga. Memuji ia kepada Ferdy.

"Kopinya sudah jadi! Kopi hitam asli Toraja tanpa gula", Ocha masuk membawa 2 gelas plastik berisi cairan kental hitam. Lantas menaruhnya di atas lantai bertegel putih. Sudah itu mengambil kedudukan di sudut bilik dekat jendela. 

"Terimakasih, Ocha!", Ferdy mengujar setelah menyeruput kopi.

"Mantappb!", Yaser memuji kopi buatan Ocha ditambah acungan jempol.

"Sudah selesai kau bersihkan megapon itu?", Ferdy bertanya. Yang ditanya cuma mengangguk. 

Ocha,"Ah, menurut saya, sebuah teori tidak mutlak bisa diterima, pada kenyataanya---mungkin---yang lebih cenderung menyukai perempuan cantik adalah kaum lelaki, sehingga kaum perempuan berusaha mempercantik dirinya untuk kaum lelaki. Adalah bodoh perempuan yang menunjukkan kecantikannya pada semua lelaki. Lalu kenapa ada pernyataan bahwa kecantikan perempuan merupakan sebuah kutukan. Kupikir, mungkin bodoh lelaki yang terkutuk karena kecantikan perempuan".

"Hahaha!", gelak tawa penuhi bilik.

Sambung Ocha lagi, "Orang-orang yang meributkan keadaan fisik, cantik tak cantik, atau tampan tak tampan, mungkin adalah---ehm---pendosa seperti saya. Bukankah antara perempuan dan lelaki memang tidak bisa disejajarkan, kecuali kodrat mereka sebagai manusia yang sama-sama mahkluk ciptaan Tuhan? Lelaki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Pernyataan yang basi, fuih-fuih-fuih!"

Setelah mendengar cukup sebentar, Ferdy berkomentar, "Bolehlah. Hmm, melihat perempuan cantik? Senanglah! Dalam konteks: kecantikan adalah bagian terpenting dari keindahan semesta, itu catatan penting bagiku. Tapi, apakah itu satu-satunya hal yang menjadikan lelaki menentukan hidupnya? Agaknya, tidak juga. Apa artinya pesolek tanpa denyut darah yang mengalir melalui neuron pikiran itu? Tidakkah lebih menarik seorang pendosa yang tersenyum?"

Ocha, "Iya. Tetapi mungkin tidak semua yang ada dalam tengkorak itu adalah otak: akal yang mampu berpikir".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun