Mohon tunggu...
Hasna Qolbiy
Hasna Qolbiy Mohon Tunggu... Mahasiswa - hasna

saya bisa dan saya yakin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Mempelajari Riba dan Macam Riba agar Terhindar dari Api Neraka

18 Januari 2022   03:28 Diperbarui: 18 Januari 2022   05:19 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkenalkan nama saya Hasna Hanifatul Qolbiya, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang program studi Manajemen. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada Masyarakat luas tentang pentingnya mempelajari riba dan macam macam riba. apalagi untuk kalangan masyarakat maupun pelajar yang ingin mempelajarinya, artikel ini juga ditulis dengan tujuan memenuhi tugas dari mata kuliah  ekonomi islam yang dibimbing oleh Bapak Drs. Adi Prasetyo, M.Si., Ak, CA.
riba? Mungkin sebagian dari anda sudah familiar dengan kata riba, karena kita tahu bahwa kata riba sering digunakan di lingkungan tempat kita tinggal atau ketika kita ingin melakukan transaksi pinjaman. Apa itu riba? Secara bahasa artinya bertambah, bertambah dan bertambah tinggi.

Riba adalah pendapatan yang diterima secara sewenang-wenang atau tidak adil (dholim) dari satu pihak ke pihak lain. Sedangkan menurut terminologi syara', riba berarti: “Pada saat mengadakan akad atau dengan mengakhiri kedua atau salah satu alternatif, tanpa mengetahui perbandingan evaluasi syari’ah, kesimpulan dari variasi akad tertentu.”

Adapun ahli fiqh, itu adalah penambahan salah satu dari dua kata ganti yang serupa, dan tidak ada yang menggantikan penambahan ini.

Riba didefinisikan sebagai bunga atau jumlah pinjaman yang meningkat pada saat pembayaran kembali berdasarkan persentase dari pokok pinjaman yang dibebankan kepada peminjam.

Riba juga melebih-lebihkan keuntungan yang diperoleh seseorang dari satu pihak ke pihak lain dalam suatu transaksi jual beli atau pertukaran barang sejenis tanpa kompensasi kelebihan atau yang biasa disebut dengan riba; jumlah pinjaman lebih besar dari jumlah dana yang dipinjam. , sebagai imbalan atas masa tenggang yang lalu atau riba, yang biasa disebut nasiah. Jadi jenis-jenis riba, karena kita sudah mengetahui arti dan makna riba, riba adalah kekejian Allah dan salah satu dosa besar, maka sebagai umat Islam, sudah sepatutnya kita menjauhi riba agar terhindar dari api neraka dari segala jenis riba yang disebutkan.

Di atas dibedakan menjadi dua jenis yaitu riba nasi'ah (pinjaman arah) dan riba fadhl (arahnya kelebiahan barang dari transaksi jual beli atau tukar menukar). Maksud riba nasia ‘ah dan riba fadhl apa sih?

1.Pinjaman riba (riba nasi'ah) adalah pinjaman riba yang diperoleh dari tambahan pokok pinjaman yang diminta oleh debitur sebagai kompensasi atas pinjaman yang diberikan olehnya (Sabiq, 2013: 107). Allah dengan tegas melarang pinjam meminjam uang, yang mengarah pada pembayaran tambahan di masa depan, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah: 280. Dari surah al-Baqarah ayat 280 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Jika debitur telah jatuh tempo utangnya, tetapi debitur masih dalam keadaan sulit untuk membayar utangnya, maka orang yang memberi utang atau pinjaman harus bersabar. dan tidak Memulihkan debitur.
2.Riba atas barang (uang dapat juga termasuk benda barang) atau Riba Fadl, adalah riba yang timbul dari sesuatu yang serupa, dengan tambahan, dapat berupa uang, atau dapat pula berupa makanan (Sabiq, 2013: 107). Riba Fadhl diambil dari kata al-fadhl dan mempunyai arti penambahan, yaitu suatu barang (pertukaran) yang dipertukarkan dalam suatu transaksi, atau dengan kata lain pertukaran barang yang sejenis mengakibatkan penambahan. Dalam hal larangan riba, hukum Syariah membuat enam ketentuan untuk barang-barang yang terkait dengan riba, yaitu: emas, perak, gandum putih, gandum merah, kurma, dan garam.

Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah  Islam sangat menghargai kebiasaan orang, meskipun tidak ada perintah dan larangan, selama kebiasaan itu tidak bertentangan dengan syariat. Karena kebiasaan yang dimaksud disini mengacu pada kebiasaan muamalah seperti tukar menukar, jual beli. Karena sebenarnya tidak ada adat yang dilarang (urf') yang sebenarnya bisa dijadikan pijakan untuk menambah kemaslahatan, asalkan perilaku adat itu sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun