Mohon tunggu...
Sriyanti HasnaMarwanti
Sriyanti HasnaMarwanti Mohon Tunggu... Lainnya - A dreamer

Seorang pemimpi yang terkadang suka membaca buku non fiksi. Mari berteman lewat diskusi sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Persimpangan Jalan Target 1 Juta Barel: Impian atau Mimpi?

2 November 2022   15:30 Diperbarui: 2 November 2022   18:34 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tambang minyak di lautan. Sumber: okezone.com

3. Cadangan Minyak yang Tidak Segera Dieksplorasi

Teknologi canggih EOR memang sudah dicanangkan, namun apa artinya jika metode tersebut tidak dibarengi dengan eksplorasi lanjut terhadap penemuan cadangan baru?

Dikutip Kompas, pemerintah menyampaikan bahwa sumber daya migas Indonesia masih besar. Hal ini ditandai dengan ditemukannya 74 cekungan hidrokarbon di Indonesia yang belum diteliti. Cekungan tersebut banyak ditemukan di wilayah timur Indonesia dan perairan dalam. Namun, temuan cekungan tersebut tak segera dieksplorasi. Apalagi tahap tersebut butuh sumber daya besar seperti teknologi, riset, dan waktu yang lama mengingat jumlah cekungan lebih dari 70-an. 

Ahli Ekonomi Energi dan Perminyakan Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, menjelaskan kalau target 1 juta barel mustahil terjadi jika kejelasan dari detail program kerjanya belum ada. Salah satunya, lapangan mana saja yang akan jadi target produksi, kapan waktu dieksplorasi, dan siapa yang akan merealisasikan. 

Senada, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, target 1 juta barel susah dicapai tanpa adanya temuan cadangan yang besar. 

4. Iklim Investasi yang Tidak Kondusif

Tak cukup eksplorasi, insentif fiskal dan nonfiskal harus berjalan pula untuk mendongkrak minat investasi hulu migas di Indonesia. Skema bagi hasil yang fleksibel tergantung kondisi ekonomi lapangan diharapkan mampu menarik minat investor. Sebab, seperti kita ketahui, iklim investasi di Indonesia masih semrawut di mata investor gegara masalah perizinan dan birokrasi yang kompleks. 

Mengutip data Wood Mackenzie dan IHS Markit, dari skala 0 sampai 5, nilai Indonesia untuk daya tarik fiskal hulu migas hanya 2,4, ini masih di bawah rata-rata dunia yakni 3,3. Beberapa hal yang harus dibenahi adalah penyederhanaan birokrasi, kontrak bagi hasil yang fleksibel, insentif fiskal dan nonfiskal, serta perbaikan data migas. 

Ahli Ekonomi Energi dan Perminyakan Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan kalau iklim investasi migas RI yang kurang kompetitif membuat target 1 juta barel susah tercapai.

"Untuk bisa mencapai 1 juta barel, secara kalkulasi memerlukan tambahan produksi dari lapangan-lapangan migas skala besar yang di dalam kenyataan, umumnya atau mayoritas dihasilkan dari investasi-investasi skala besar yang dilakukan oleh major international oil companies (IOCs)," terangnya.

Selain iklimnya tidak kondusif, banyaknya perizinan yang tumpang tindih dengan waktu penyelesaian tidak jelas, membuat investor begah ketika hendak berinvestasi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun