Mohon tunggu...
Cecep Hasannudin
Cecep Hasannudin Mohon Tunggu... -

Anak rantau yang baru bisa baca dan nulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jelang Bagi Bonus, Inilah 5 Nasihat Pimpinan Perusahaan

25 Oktober 2017   15:21 Diperbarui: 25 Oktober 2017   15:37 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini dapat suntikan nasihat dari pimpinan perusahaan. Biasanya, nasihat seperti ini disampaikan jelang pencairan bonus untuk karyawannya. Saya kira semua tahu apa maksud "bonus" di sini. Bonus itu gaji yang kita terima di luar gaji yang biasanya dari hasil keuntungan perusahaan. Tiap perusahaan mungkin berbeda berapa kali bonus tersebut dicairkan. Di kantor saya dua kali setahun. Adapun soal mekanisme dan hitung-hitungan detail bonus, saya kurang tahu. Menghitung bukan tugas saya. Saya hanya perlu bersyukur.

Yuk, langsung saja, inilah nasihat-nasihat sang pimpinan untuk karyawannya.

Pertama: BERSYUKUR

Sang pimpinan mengakui bahwa sejak dia bekerja di perusahaan kami, bonus itu sudah berlaku. "Saya masuk tahun 1997, bonus sudah saya terima. Sampai saat ini, saya juga bersyukur karena bonus masih bisa dinikmati semua karyawan. Kenapa saya katakan kita mesti bersyukur? Karena tidak semua perusahaan memperlakukan bonus kepada karyawannya. Apalagi, bonus ini tidak diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Jadi bonus bukan hak karyawan sebagaimana THR atau tunjangan kesehatan dan lain-lain yang diatur dalam undang-undang. Bonus ini sifatnya kebijakan perusahaan. Semoga bonus akan terus ada sampai saya sudah tidak lagi di perusahaan ini. Mungkin sampai saya jadi nenek-nenek. Pokoknya sampai akhir hayatlah. Aamiin," jelas pimpinan, diikuti aamiin oleh karyawannya, termasuk saya, pas doa pagi.

Kedua: JANGAN LUPA SEDEKAH

Saya tahu sedekah ini penting, bahkan hapal manfaat dan keajaibannya. Tapi, saya hanya  tahu dan hafal teorinya, tapi enggan mempraktikannya. Nah, oleh pimpinan perusahaan, soal sedekah ini kembali disinggung. Jelas, ini menyinggung nurani saya, yang jarang sedekah.

"Jangan lupa, sebagian bonus yang kita dapatkan sedekahkan, terutama kepada orangtua. Dahulukan orangtua sebelum bonus itu digunakan ke yang lain-lain. Kita bisa seperti ini sampai hari ini, saya kira itu juga berkat doa-doa orangtua kita. Sebagai wujud terimakasih ke mereka, ayo, beri orangtua semampu kita. Biar harta kita itu berkah. Yakinlah, dengan sedekah harta kita tidak akan berkurang. Malah bertambah. Yuk, jangan takut untuk bersedekah. Bukan hanya orangtua kita, siapa yang kira-kira butuh bantun, ya bantu semampu kita pas cair bonus. Bahkan, sebelum bonus itu benar-benar cair, silakan sedekahnya sekarang. Takutnya, setelah bonus cair, malah kita lupa sedekah..." diikuti tawa karyawan.

Ketiga: JANGAN LUPA ZAKAT

Seolah-olah, sang pimpinan ikut campur urusan keuangan kita (karyawan). Bisa saja, saya, misalnya bilang,"Bonus-bonus gue, kenapa lu yang atur-atur alokasinya. Siapa lu? Zakat mah kan bisa nanti pas bulan puasa. Kenapa harus zakat pas dapet bonus?" Mungkin wajar kalau saya sampai menggerutu begitu. Tapi, hati saya bilang, bahwa gerutuan saya tidak wajar, bahkan tidak benar. Justru saya mestinya bersyukur bila ada seseorang yang mengingatkan bahwa bayar zakat dari penghasilan kita itu perlu. Karena ada hak orang lain dari sebagian harta kita. Sederhananya: harta saya bukanlah harta mutlak milik saya semua.  

"Pokoknya hitung dulu berapa bonus yang saudara terima, kemudian hitung, di situlah ada zakatnya. Gak seberapa, kok! Paling berapa persen. Ini semata-mata supaya apa yang kita lakukan dan apa yang kita dapatkan dari perusahaan berkah dan bermanfaat untuk semua..." kata sang pimpinan.

Keempat: JANGAN LUPA BAYAR UTANG!

"Ini juga penting! Kadang kita lupa, karena merasa bonus yang kita terima itu besar, maka kita melupakan yang pokok, yakni bayar utang. Syukurlah bagi karyawan yang tidak punya utang. Tapi yang punya, tolong itu bonus dahulukan juga untuk utang. Saya yakin, begitu utang kita bayarkan, wah, rasanya hati kita plong, tidak ada beban, jadi bebas bernapas! Betul, kan?" kita semua tertunduk, mungkin malu, saking menumpuknya utang di antara kami. Kredit motor lah. Mobil lah. Cicilan rumah mungkin. Utang ke koperasi lah. Utang ke ibu kantin lah. Dan utang-utang lain yang minta dilunasin.

Kelima: TINGKATKAN PERFORMA KERJA

Nasihat yang ini benar-benar menohok. Bikin saya malu. Bikin saya mengakui, bahwa performa kerja saya setahun terakhir ini turun. Pokoknya saya tertunduk lemas. Deg-degan juga. Kenapa? Satu sisi, saya malu menerima bonus, sedangkan performa kerja saya biasa saja alias kurang produktif.

"Besaran bonus itu bergantung seberapa besar kontribusi kita terhadap perusahaan. Jadi, teman-teman bisa menilai sendiri hasilnya. Yang diterima adalah seperti yang Anda beri. Tahun ini, efektif kerja tinggal dua bulan lagi: November dan Desember. Di dua bulan itu, ayo kita maksimalkan performa kerja kita. Gali lagi ide kreatif supaya karya kita berkualitas dan diterima pasar. Kita di sini tim. Tidak perlu lagi bilang: ini bukan tugas saya atau kerjaan ini bukan tugas divisi saya.  

Di perusahaan kita, tidak ada divisi yang dianaktirikan, hanya karena performa mereka menurun dari sisi omzet. Justru, jika satu divisi mengalami penurunan, maka divisi yang berhasil secara omzet akan berbagi. Bonus yang teman-teman terima adalah hasil dari share dari divisi-divisi yang lain. Kalau perusahaan kita omzetnya bagus, tentu dampaknya buat kita juga, kan? Dan itu berpengaruh terhadap bonus teman-teman dan peningkatan gaji. Sekali lagi, yuk, tutup tahun ini dengan performa kerja yang maksimal ..."

Sang pimpinan juga bercerita bahwa salah satu rekan kita yang meninggal beberapa bulan lalu, juga dapat bonus (diserahkan ke ahli waris). "Para pimpinan akhirnya sepakat bahwa saudara kita (inisial "A") juga dapat bonus. Karena, dia turut berkontribusi terhadap perusahaan kita di tahun lalu..." tutup sang pimpinan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun