Sejak kepergian Kakek menuju tempat peristirahatannya yang terakhir di dunia, kamu merasa kesepian sebab dirimu semasa kecil begitu dekat dengan Kakek. Sebegitu dekatnya hingga kamu tidak bisa tidur jika tidak berada di samping Kakek.
Kakekmu mempunyai tiga ekor kambing. Seekor jantan dan dua ekor betina. Setiap hari, kamu membuntuti Kakek mengarit. Mencari rumput di pekarangan, bengkok, hingga tanah lapang untuk makan kambing-kambingnya. Kamu tak mau kalah dengan Kakek. Jika ia membawa sekarung besar rumput, maka kamu akan membawa sekarung kecil rumput. Kamu tak takut menjadi hitam legam seperti Kakek. Kamu justru menyukai hal itu. Bukankah wibawa seorang lelaki bukan dinilai dari warna kulitnya? Tapi dari bagaimana perjuangannya untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Begitulah satu di antara ucapan Kakek yang masih kamu ingat.
Kamu tidak terlahir dari keluarga konglomerat atau pejabat. Kamu hanyalah satu dari sekian banyak anak Indonesia yang lahir dari rahim kemelaratan. Bapak dan ibumu bekerja di sawah milik Kakek yang tak seberapa luas. Sementara kamu, sepulang sekolah dan ketika liburan selalu membantu Kakek mengurusi kambing-kambingnya. Memberinya makan tiap pagi dan sore, mengarit, merenovasi kandangnya yang hampir roboh, dan mengumpulkan kotorannya untuk menjadi pupuk kandang yang bagus untuk tanaman cabai di samping rumah. Meski begitu kamu tetap merasa beruntung, bukan hanya sebab kedua orang tuamu masih lengkap, namun kamu juga masih bisa hidup bersama Kakek. Banyak anak-anak lainnya yang bahkan tidak tahu siapa bapak atau ibunya. Hidup terkatung-katung di jalanan.
"Apakah nenek orangnya baik seperti Kakek?" tanyamu pada suatu sore ketika azan magrib sebentar lagi berkumandang.
"Nenekmu cantik, baik, dan murah senyum. Nenekmu juga pekerja keras seperti Kakek."
"Apakah nenek juga selalu pergi ke langgar seperti Kakek yang selalu rajin ke langgar?"
"Nenekmu selalu berangkat ke langgar bersama Kakek."
"Apakah sekarang nenek sudah berada di surga?"
"Nenekmu sudah bahagia di surga. Apalagi kalau kamu selalu mendoakannya, ia akan semakin bahagia," ujar Kakek.
Kamu belum pernah mengenal nenekmu sebab ia telah meninggal sebelum kelahiranmu. Kamu hanya mendapatkan bayang-bayangnya melalui cerita dari Kakek. Namun, dari cerita itu, kamu dapat membayangkan jika nenek adalah sosok yang penyayang seperti Kakek.
"Kambing-kambing Kakek lagi bunting. Semoga lahir jantan semua ya. Kalau lahir jantan semua, nanti disembelih buat akikah kamu," ujar Kakek penuh semangat.