Belakangan ini, muncul tren baru dalam dunia travel umroh: umroh paylater atau sistem "naik umroh dulu, bayar belakangan".
Program ini cukup menarik karena sekilas seperti menawarkan kemudahan bagi calon jamaah yang ingin berangkat umroh tanpa harus mengeluarkan biaya besar di awal.Â
Bagi yang tidak berpikir panjang, mereka lupa bahwa umroh skema ini hanya akan memberatkan saja karena akan menambah hutang. Jadi mereka yang berangkat umroh bukan karena mampu tapi karena berhutang.
Tulisan ini adalah respon atas yang terjadi ditengah-tengan masyarakat dan munculnya spanduk promosi baliho salah satu travel umroh yang ada di Pekanbaru. Tidak perlu saya sebutkan nama perusahaan travelnya.
Sebagai seorang yang peduli dengan prinsip syariat, saya merasa perlu mengkritisi tren ini. Apakah umroh paylater benar-benar sesuai dengan semangat ibadah, atau justru menjadi alat komersial yang mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berhutang?Â
Mari kita bahas lebih dalam.
Umroh: Ibadah bagi yang Mampu
Umroh, seperti halnya haji, adalah ibadah yang disyariatkan bagi mereka yang mampu. Dalam Islam, kemampuan finansial menjadi salah satu syarat penting sebelum seseorang memutuskan untuk menunaikan ibadah ini.Â
Dikutip dari Republika (18/10/2024), ibadah haji dan umroh ini memiliki keistimewaan yakni bisa menghilangkan kefakiran dan dosa. Sebagaimana disampaikan dalam hadist berikut ini.
Dari Abdullah bin Mas’ud RA, dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, "Ikutkanlah antara ibadah haji dan ibadah umroh, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana api pandai besi menghilangkan karat besi dan menghilangkan kotoran emas dan perak."
Hadist ini sering menjadi andalan bagi sales travel umroh agar ikut dalam program umroh. Bagi saya, ini boleh saya asalkan orang yang mendapatkan hadist ini adalah orang yang mampu dan berilmu. Namun beda cerita jika yang mendapatkan hadist ini adalah mereka yang tidak mampu secara finansial dan tidak berilmu.