Sebagai seorang anak yang kini berusia 30 tahun, saya merasa ada banyak hal yang ingin saya sampaikan, terutama kepada para perokok aktif di luar sana.
Saya ingin berbagi cerita tentang bagaimana rasanya melihat orang tua yang kita cintai terjebak dalam kebiasaan merokok, dan bagaimana hal itu bisa memengaruhi hidup kita. Dalam hal ini yang merokok adalah ayah saya, yang biasa dipanggil "bapak". Saya sendiri tidak merokok.
Ayah saya, yang kini berusia 67 tahun, adalah perokok aktif. Dia bercerita bahwa merokok itu dilakukan sejak usia 12 tahun. Jika dihitung, berarti sudah lebih dari 50 tahun ayah saya menjadi perokok aktif. Ayah saya tidak pernah menempuh pendidikan formal seperti SD, SMP ataupun SMA. Jadi diusia 12 tahun sudah bekerja sendiri.
Sejak saya masih di bangku SMP, saya sering meminta ayah saya ini untuk berhenti merokok. Meskipun saya sudah menganjurkan untuk berhenti, ayah saya tetap tidak bisa melepaskan kebiasaan merokoknya. Kalaupun berhenti, itu cuma ketika demam saja. Setelah sehat, merokoknya masih dilanjutkan. Rokoknya juga macam-macam.
Bahkan ketika saya kuliah, saya terus berusaha meyakinkan mereka bahwa merokok hanya akan membawa masalah kesehatan di kemudian hari. Kita harus mengusahakan agar hidup sehat sampai tua.Â
Namun, semua usaha itu tampaknya sia-sia.
Saat ini saya tinggal di Pekanbaru Riau, sedangkan orang tua saya tinggal di Siak Sri Indrapura. Butuh sekitar 2,5 jam perjalanan dari kota Pekanbaru.Â
Baru sekitar satu tahun yang lalu (saat ini 2025), setelah menjalani pemeriksaan medis, dokter mendiagnosis orang tua saya dengan penyakit paru-paru kronis akibat kebiasaan merokok. Terlihat dari rontgen thorax dari dokter telihat ukuran paru-paru sebelah kiri mengecil.
Saat itu, rasanya seperti dunia ini runtuh dan sedih yang mendalam. Beberapa kali ayah saya dirawat dirumah inap masuk UGD di rumah sakit umum siak atau RSUD Tengku Rafian Siak. Sedangkan saya tidak punya banyak waktu untuk menjenguk, menjaga dan merawat ayah saya ini. Bahkan jika ada kejadian darurat saya tidak  bisa membantu karena jauh.
Saya sendiri bekerja sebagai karyawan swasta di Pekanbaru. Tentunya sebagai karyawan, kami tidak memiliki banyak waktu untuk libur atau cuti, semuanya harus mengikuti peraturan perusahaan.