Mohon tunggu...
Haryono Yono
Haryono Yono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nikah Muda, Kesadaran atau Keterpaksaan?

18 November 2017   22:30 Diperbarui: 22 November 2017   13:31 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin pertanyaan inilah yang agaknya mewakili perasaan saya dan teman-teman akhir-akhir ini khususnya dalam bulan syawal dimana undangan satu per satu bertamu di rumah. Ya, bulan syawal merupakan bulan yang baik dalam menggelar pernikahan karena dianjurkan oleh Baginda Nabi. 

Namun terlepas dari anjuran Nabi tersebut satu yang menjadi perhatian saya ialah beberapa orang sekitar yang menikah ialah orang yang lebih muda dari saya, katakanlah satu, dua tahun dibawah saya yang berarti itu dia baru saja lulus tahun ini dan belum menerima ijazah sekolah SMAnya.
Oke, saya bisa memaklumi jika yang menikah ialah adik kelas perempuan karena ia akan ditopang kebutuhannya oleh suaminya. Namun jika yang menikah ialah laki-laki itu yang patut dipikir ulang. 

Laki-laki yang menikah itu yang selanjutnya akan jadi kepala keluarga dan menopang kebutuhan keluarganya. Di dalam agama memang tidak ada syarat mapan dalam menikah namun dijelaskan bahwa untuk menikah haruslah mampu.

Nah kejadian yang sedih bagi saya adalah laki-laki yang menikah diusia kepala 20 atau lebih sedikit belum membalas jasa orang tua mereka, kalaupun mereka telah mampu membalas jangka waktunya masih sebentar, yah minimal mereka sudah pernah bantu bayar SPP sekolah adiknyalah. Meskipun pada dasarnya setiap orangtua tidak pernah menarget anaknya untuk membalas dengan membantu secara materi, namun itu adalah wujud bakti kita kepada mereka. Tanpa bantahan. 

Dalam memahami fenomena ini saya jadi berfikir seperti judul diatas apakah Nikah Muda bagian dari Kesadaran atau Keterpaksaan? Kesadaran disini yang saya maksud adalah meleknya anak-anak muda terhadap pemahaman agama dan norma. Jika di dalam Al Qur'an ada ayat yang menjelaskan :

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk" (Qs. Al-Isra':32)

Tentu ayat ini sudah tidak asing di telinga kita. Dengan pemahaman ini maka seseorang menyalurkan cintanya lewat cara-cara yang dibenarkan oleh agama. Karena adanya keinginan untuk tidak melanggar maka mereka melakukan ta'aruf kemudian menikah. Kedua, ialah norma yang ada di dalam masyarakat. Ketika seorang berpacaran bertahun-tahun dan kemana-mana berdua tentu menjadi pemandangan yang tidak elok di masyarakat. 

Untuk mencegah perbuatan yang tidak diinginkan maka tidak perlu berlama-lama dengan status pacaran melainkan dengan segera meresmikannya melalui pernikahan.

Sementara keterpaksaan yang saya maksud ialah usia saat mereka nikah yang terbilang sangat muda tentu diakibatkan oleh beberapa faktor. Cerita MBA (married by accident) adalah rahasia umum yang sering terjadi. Nah disinilah keterpaksaan yang saya maksud. Karena sudah terlanjur isi si perempuannya, mau tidak mau laki-laki dituntut untuk bertanggung jawab tanpa tapi. 

Orang tua perempuan tidak akan menuntut si laki-laki harus sudah bekerja, sudah mapan, sudah lulus kuliah bla bla bla, dalam kondisi seperti ini apapun kondisinya mertua haruslah menerimanya. Keterpaksaan lain yang saya maksud ialah pernikahan dilakukan karena sebuah tuntutan, sebagai contoh orang tua yang terbebani dengan kebutuhan anaknya (perempuan) akan menganjurkan anaknya untuk segera menikah kendati umurnya belum cukup. 

Alasannya ialah karena dengan menikah orangtua bebas dari tanggung jawab pemenuhan kebutuhan si anak. Meskipun pendapat ini tidak dapat digeneralisasi, fenomena nikah muda juga disebabkan oleh terlalu dininya remaja mengenal cinta, lulus Sekolah Dasar atau bahkan belum lulus mereka telah menjalani masa pacaran. Usia pacaran yang terlalu dini ini pula yang kemudian mengakibatkan semakin dininya pernikahan. Karena dirasa satu sama lain sudah merasa cocok.

Bagaimanapun urusan menikah adalah urusan prinsipal yang setiap orang memiliki kebebasan melaksanakannya tanpa ada campur tangan siapapun. Namun kita tak boleh menutup mata terhadap sebab dan akibatnya. Dari beberapa fungsi pernikahan dalam buku Perempuan karya M.Quraish Shihab  bab Nikah dan Berumah Tangga dijelaskan bahwa salah satu fungsi pernikahan ialah fungsi ekonomi yang mana ketika seseorang belum memiliki kemampuan ekonomis untuk membina rumah tangga agar bersabar dan memelihara diri sampai mereka diberi keluangan oleh Allah (baca Qs.An-Nur:33).

Wallohua'lam

Hmmm...Jadi kapan kamu nikah? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun