Mohon tunggu...
hartoyo putro
hartoyo putro Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja seni desain grafis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi Kentut, Wartawan Tetap Saja Nempel...

30 Oktober 2012   07:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:13 2133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini gebrakan Sang Gubernur baru DKI pak Jokowi, membuat para temen2x wartawan untuk selalu mengikuti kinerja  beliau di lapangan. Dimana Gubernur Baru akan melihat dan mengawasi dengan manajeman lapangannya dan si Wagub DKI yang baru Pak Basuki di manajemen lainnya di birokrasi kantor dsb. Ketika melihat tayangan youtube di kanal pemprov dki,saya melihat berbagi kinerja duet maut keduanya. Yang sejak dilantik kemarin 15 Oktober 2012,Jokowi akan melakukan kerja dengan speed yang tinggi. Itu membuat berbagai berbagai kalangan yang mungkin tidak pro dengan Sang Gubernur baru,akan melihat bahwa Jokowi adalah sesosok artis yang jadi sumber pencitraan. Apalagi di tengah PILPRES Menuju RI1 tahun 2014 yang notabene akan memanfaatkan ketenaran dsn kedekatan rakyat dengan sosok Jokowi akan menjadi sumber kendaraan politik yang bagus juga.

Menurut Hariyanto Imadha (Pengamat perilaku):
1.Pencitraan hal yang sah-sah saja sejauh tidak berlebihan.
2.Pencitraan bukanlah perilaku yang tabu untuk dilakukan siapa saja, sejauh itu sesuai dengan fakta dan realita dan ada tindak lanjutnya yang nyata pula.
3.Pencitraan (apabila dipublikasikan). Bukan pencitraan (apabila tidak dipublikasikan).

Tapi itu sebetulnya memang style Jokowi sejak dulu yaitu untuk melihat langsung rakyatnya. Di Solo pun demikian juga,selama 7 tahun beliau mempimpin Kota Solo dengan baik dan bijak. Tak hayal fenemona atau gebrakan Gubernur baru DKI, membuat para wartawan akan selalu menguntit kinerja beliau. Dan lucunya kenapa yach hanya Jokowi yang sering ditempel terus kayak perangko. padahal Jokowi pernah bilang kepada rekan wartawan bahwa "saya itu kerja, dan tidak mengundang kalian..nanti dikira saya ngajak kalian untuk pencitraan...heheheeh"..

Bila disimak di video Youtube di link:http://www.youtube.com/watch?v=l0IrzpzAgvU&feature=plcp ,Jokowi sudah merasakan bahwa ternyata apapun reaksi atau apapun yang dilakukannya, akan menjadi santapan berita yang bagus buat para wartawan.

Menurut etika profesi wartawan:  WARTAWAN adalah sebuah profesi. Dengan kata lain, wartawan adalah seorang profesional, seperti halnya dokter, bidan, guru, atau pengacara. Sebuah pekerjaan bisa disebut sebagai profesi jika memiliki empat hal berikut, sebagaimana dikemukakan seorang sarjana India, Dr. Lakshamana Rao:

1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi.

2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu. 3. Harus ada keahlian (expertise). 4. Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan. (Assegaf, 1987).

Menurut saya, wartawan (Indonesia) sudah memenuhi keempat kriteria profesioal tersebut.

1. Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Pihak yang mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara maksimal dua tahun atau dena maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1). Memang, sebagai tambahan, pada prakteknya, kebebasan pers sebagaimana dipelopori para penggagas Libertarian Press pada akhirnya lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal atau owner media massa. Akibatnya, para jurnalis dan penulisnya harus tunduk pada kepentingan pemilik atau setidaknya pada visi, misi, dan rubrikasi media tersebut. Sebuah koran di Bandung bahkan sering “mengebiri” kreativitas wartawannya sendiri selain mem-black list sejumlah penulis yang tidak disukainya.

2. Jam kerja wartawan adalah 24 jam sehari karena peristiwa yang harus diliputnya sering tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja. Sebagai seorang profesional, wartawan harus terjun ke lapangan meliputnya. Itulah panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan sebagai wartawan. Bahkan, wartawan kadang-kadang harus bekerja dalam keadaan bahaya. Mereka ingin –dan harus begitu– menjadi orang pertama dalam mendapatkan berita dan mengenali para pemimpin dan orang-orang ternama.

3. Wartawan memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan Bahasa Jurnalistik. 4. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers). Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. sumber:http://umrikebo.blogspot.com/2008/06/etika-profesi-wartawan.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun