Mohon tunggu...
Hartoyo
Hartoyo Mohon Tunggu... Guru - “Dan diatas setiap orang yang berpengetahuan, ada yang Maha mengetahui”. (QS.Yusuf 12:76)

~ ~ ** ~~

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kopi Itu Mengajakku Berbicara

25 September 2021   09:22 Diperbarui: 25 September 2021   09:23 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Terlanjur merebus air, lupa kalau gulanya habis, padahal kemarin kamu sudah mengingatkan. Tak bisa kubayangkan bagaimana rasanya kopi tanpa gula, meskipun ada yang mengatakan kopi tanpa gula bermanfaat untuk kesehatan, tapi selama ini aku belum pernah mencoba. Saat kuputuskan untuk mengurungkan niat tiba-tiba saja aku teringat  kalimat puitis dari Fiersa Besari," Kopi ini tidak perlu gula kalau ada kamu."

 Akhirnya kubuat saja kopi tanpa gula itu, kucicipi rasanya memang pahit dan itu bagiku kurang enak karena belum terbiasa, tapi kalimat puitis tersebut sedikit mempengaruhiku untuk berandai-andai, "Andainya saja ada kamu di sini, disaat seperti ini,  tentu suasana akan terasa indah. Ini bukan cengeng, tapi duduk berdua sambil menikmati secangkir kopi pahit bersamamu tentu akan memiliki keasyikkan tersendiri," kataku dalam hati. Kalau soal rasa, pahit tetaplah pahit,  manis tetaplah manis.

Aroma khas  yang menyengat  membuatku memandangi kopi itu lama-lama, dalam khayalan seakan dia mengajakku berbicara,"Memang seperti itulah rasa kopi, anda bisa berimprovisasi sesuai dengan selera sebab selanjutnya rasa kopi tergantung lidah siapa yang merasakan. Bila anda rasa pahit maka tambahkanlah gula, bila anda rasa terlalu manis maka besok kalau membuat lagi tinggal anda kurangi gulanya. Bila saat ini anda merasa hidup anda pahit dan kurang bahagia maka tambahkan sabar agar pahitnya berkurang, barengi dengan syukur  agar manisnya tidak membuat lupa diri."  Demikian suara itu berbicara tapi saat kudekatkan wajahku, suara itu berhenti.

Sesaat kemudian timbul pertanyaan dalam hati, "Kopi ini warna nya hitam tapi mengapa banyak yang suka?"

Seakan tahu apa yang kupikirkan terdengar sebuah jawaban darinya, "Yang hitam itu tidak selalu buruk dan yang putih tidak selalu indah. Itu hanya masalah warna dan selera, buktinya aku ini hitam dan pahit tapi banyak yang suka, apalagi kalau ditambahi gula manislah aku jadinya! Wkwkwkwk...." Jawabnya sambil tertawa.

Benar hitam dan putih hanyalah masalah warna, mana yang disuka tergantung selera, tetapi kalau dikaitkan dengan kehidupan itu merupakan  sebuah filosofi yang bermakna.

Sebuah filosofi yang sebenarnya bukan hanya kali ini saja aku dengar tetapi tetap saja membuat merenung. Filosofi tersebut mengajarkan bahwa dalam menilai seseorang jangan hanya dilihat dari penampilan. Menilai orang hanya dari yang nampak adalah sebuah kesalahan. Tidak semua yang nampak buruk di mata itu buruk juga hatinya. Sebaliknya juga begitu, yang nampak baik belum tentu baik, penampilan seseorang belum tentu menggambarkan kepribadiannya. Orang yang berbadan kecil belum tentu memiliki nyali yang kecil. Orang cantik atau tampan enak dilihat tetapi apakah  hatinya secantik atau setampan wajahnya?

Banyak contoh lain yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Menilai buku dari sampulnya hanya akan membuat kehilangan cerita luar biasa isinya.

Hitam-putih warna dunia. Kadang hitam, kadang putih. Kadang putih kadang hitam. Kadang hitam dan putih berbaur, lalu kita pun bingung mana hitam, mana putih.  Akhirnya nurani berbicara bahwa  yang hitam tidak selalu pahit dan yang putih tidak selalu bersih.

Samarinda, 25 September 2021
Aku dan  Kopi  yang berkolaborasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun