Mohon tunggu...
Hartmantyo
Hartmantyo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

SDK 1 YSKI, SMPK YSKI, SMAN 2 Semarang,sosiologi UGM 2011.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Indonesia : Jakarta Sentris

14 September 2012   14:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:28 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tak terbantahkan lagi, dewasa ini media menjadi aspek yang begitu penting bagi masyarakat. Dengan menyediakan berbagai macam informasi-seperti edukasi, hiburan, politik, dan lainnya-mereka seakan menjadi candu bagi masyarakat, terutama masyarakat perkotaan yang haus akan informasi.

Terlebih media elektronik, salah satunya televisi. Televisi nasional menjadi santapan harian bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat perkotaan. Niscaya, televisi menjadi media yang terpopuler saat ini, khususnya di Indonesia.

Masyarakat awam yang tentu menyerap berbagai informasi dari televisi nasional, tentu sangat menuhankan informasi tersebut. Itu disebabkan karena mereka tidak begitu mengerti keadaan sebenarnya di lapangan. Dampaknya, media televisi nasional ini dengan mudah menyetir dan mengkonstruksi pemikiran masyarakat awam. Sama seperti hubungan Tuhan dengan umat. Umat akan tunduk sepenuhnya di bawah tirani si Tuhan.

Apa yang terjadi jika si Tuhan-yang di perankan media televisi nasional-pilih kasih terhadap umat-Nya-yang di perankan masyarakat awam- ?

Perhatikan media televisi akhir-akhir ini. Si Tuhan seolah bertindak sedikit diskriminatif dan tidak proporsional yang di rasa pilih kasih oleh umat-nya. Si Tuhan begitu banyak meliput dan memberitakan berbagai informasi dari ibukota negara. Mulai dari berita tentang Pilgub DKI 2012 yang begitu terasa sejajar dengan sensasi pilpres hingga berita picisan seperti kecelakaan busway, ada hampir setiap hari. Pada halnya kita tahu, yang menyerap berbagai informasi berita dari si Tuhan ini hampir seluruh masyarakat Indonesia. Bagaimana dengan mereka para umat yang di tempat asalnya-atau sering dikonstruksikan dengan kata “daerah”- sedang atau telah terjadi sesuatu yang penting yang lebih pantas diliput dan diberitakan untuk masyarakat luas ketimbang kecelakaan busway di ibukota negara ?

Para umat tentu sedikit bermuram durja. Mereka merasa cemburu, dan penuh dengan tanda tanya tentang ketidak-propsorsional-an si Tuhan dalam memberikan perhatian-nya. Kecemburuan itu jika dibiarkan begitu saja, tentu dampaknya akan semakin membesar. Mulai dari mengkritik, menghujat atau memprotes si Tuhan juga mendorong kecemburuan dan ketimpangan sosial hingga kemungkinan yang paling parah-mungkin-menstimulus perpecahan nasional layaknya gerakan separatisme di berbgai daerah di Indonesia.

Selain kecemburuan tadi, ada satu dampak lagi menurut saya yang berdampak pada kredibilitas si Tuhan. Kejenuhan total. Si umat atau masyarakat akan merasa begitu jenuh dan bosan terhadap pemberitaan dari si Tuhan. Mereka akan selalu mengeluh tentang berbagai informasi yang dirasa tidak begitu penting -semisal kecelakaan lalu lintas kecil, kemacetan, pembangunan jalan dan lainnya- yang diulang secara menerus dalam setiap pemberitaan. Serasa Indonesia hanya Jakarta semata. Para umat yang jenuh kelamaan akan mulai berpaling dari si Tuhan dan mencari Tuhan yang lainnya. Jelas, ini berdampak besar bagi si Tuhan. Mulai turunnya pamor, kehilangan kepercayaan dari umatnya, dan pastinya pendapatanpun ikut turun.

Maka dari itu, sebagai hubungan antara Tuhan dengan umat sudah semestinya sadar dan mulai membentuk simbiosis mutualisme. Saling pengertian satu sama lain, tidak pilih kasih, saling memberi dan menguntungkan. Begitu juga hubungan antara media televisi nasional dengan masyarakat Indonesia keseluruhan. Sudah saatnya teman-teman media memberikan berita yang proporsional untuk masyarakat secara luas. Mulai dari mengurangi berita yang dirasa kurang penting yang terjadi di jakarta kemudian mengalihkan perhatian kepada isu-isu penting di tempat lain hingga memberitakannya seobjektif mungkin, tanpa ada sedikitpun kebohongan. Karena pada dasarnya media itu dibentuk bertujuan untuk melayani dan membantu masyarakat secara keseluruhan. Sebaliknya masyarakatpun juga harus membantu media televisi nasional untuk mengajaknya kearah keinginan luas. Agar di kemudian hari mereka berdua berjalan bersamaan di jalan dan arah yang sama dengan penuh kedamaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun