Mohon tunggu...
Angiola Harry
Angiola Harry Mohon Tunggu... Freelancer - Common Profile

Seorang jurnalis biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Banyak yang Masih Awam Ular Berbisa di Malaysia dan Indonesia

21 Mei 2021   08:51 Diperbarui: 21 Mei 2021   09:59 6011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 2019 lalu kami di Malaysia, selesai bertugas dalam sebuah acara pameran perikanan skala regional ASEAN. Singkat cerita, kami mendapat kenalan baru dari Malaysia. Usai petang, mereka mengajak kami untuk makan malam di sebuah restoran yang menjual Mie Mamak yang letaknya di jantung kota Kuala Lumpur. Mie Mamak sebenarnya adalah mie goreng, namun dari rasanya, seperti perpaduan mie goreng seafood dan mie Aceh. Namun kita skip dulu tentang Mie Mamak karena artikel ini sedang tidak membahas soal mie goreng.

Setelah makan Mie Mamak dan beberapa panganan lain di restoran itu, perut kami pun kenyang dan kami mulai mengobrol santai tentang topik apa saja yang menarik. Hingga sampailah pada topik yang tak sengaja, membuat saya seolah seperti menjadi narasumber utamanya. Kami dari Indonesia bertiga, mereka pun sama, sehingga jumlah kami di restoran itu enam orang.  Awalnya, salah satu rekan kami dari Indonesia, bercerita tentang salah satu produk bahari yang menurutnya bahan bakunya didapat dari sebuah upaya menegangkan.

Dia mengungkapkan bahwa bahan baku produk tersebut dia dapat bersama timnya, setelah berhasil mengusir ular di kawasan mangrove. Dia dan timnya saat itu terkejut ketika ingin memperoleh bahan baku tersebut, karena mereka bertemu dengan ular yang mereka sebut ular belang-belang. Ternyata setelah saya 'interogasi' lagi tentang ular tersebut, rupanya ular yang dimaksud adalah ular cincin emas (Bioga dendrophila) yang memang habitatnya di sekitar pesisir dan kawasan bakau.

Dari situlah situasi berbalik, saya jadi banyak ditanyai soal ular. Dan yang menurut saya agak unik adalah ketika mereka yang dari Malaysia ini bilang begini, "Kalau di sini, as long as not king cobra, we are not worried. Macam di negara awak (Anda) kah? King cobra ular paling deadly ya?". Mereka (dan teman-teman saya dari Indonesia juga) seolah terlalu awam, belum banyak paham tentang ular-ular berbisa tinggi di sekitar lingkungan hidup daerah tropis. Orang-orang awam di Malaysia (dan mungkin Indonesia) umumnya hanya mengetahui tentang ular, yang ikonik saja seperti king cobra.

Okelah memang King Cobra (Ophiophagus hannah) adalah salah satu ular mematikan di dunia, karena suntikan bisa dari taringnya, mampu masuk ke dalam kulit manusia hingga 500 miligram. Sementara ular lainnya, ketika menyerang manusia secara fatal, hanya menyuntikkan bisa ke dalam darah sekitar kurang dari setengahnya dosis bisa king cobra. Namun king cobra ketika menyerang, dia mampu menyuntikkan bisa (venom) sebanyak itu, sehingga manusia yang tergigit ular king cobra seringkali menemui ajalnya sebelum datang pertolongan medis, alias jarang yang selamat.

Karena itulah artikel ini dibuat. Kawan pembaca, baik yang di Indonesia maupun di Malaysia, terutama yang di Malaysia, jika kalian berkunjung ke Indonesia, pada hakikatnya kondisi alam negara ini tak beda dengan Malaysia. Akan banyak hutan tropis dan kawasan pedesaan yang rimbun. Di hutan tropis, pasti banyak reptil yang akan ditemui. Dan kemudian ketika kita menemukan reptil, ular adalah salah satunya. Memang tidak semua ular di daerah tropis merupakan ular yang sangat berbisa. Ada ular dengan kadar venom (bisa) menengah, ringan, dan yang tingkat tinggi.

Misalnya dari cerita sebelumnya, bahwa di kawasan mangrove atau pantai, ada yang menemukan ular dengan corak kulit seperti garis polisi (campuran hitam dan kuning). Itulah ular Boiga atau cincin emas (Boiga dendrophila) atau ular bakau. Boiga memiliki bisa tingkat menengah yang jika tersuntik ke dalam darah manusia, korban akan mengalami nyeri ringan, tergantung dari kondisi kesehatannya. Bisa lebih berat jika sedang bermasalah dengan kesehatan.

Dan ketika kita pergi lebih jauh ke daerah lanskap yang lebih tinggi, di mana terdapat sungai, sumber air alami dengan kanal-kanalnya, kita akan menemukan ular yang cukup mirip seperti Boiga, tetapi dengan corak warna hitam-putih atau hitam-kuning yang lebih jelas. Awas! Ular itu sangat mematikan dan di Malaysia, dikenal dengan krait snake yang berasal dari dari keluarga Bungarus. Umumnya tiga spesies tersebar di Indonesia dan Malaysia: Bungarus candidus, Bungarus fasciatus, dan Bungarus flaviceps.

Jika bertemu dengan jenis ular seperti itu, langkah yang sangat bijak adalah menghindarinya. Sebagai ilustrasi, anggap saja kita sedang mempersiapkan 100 alat suntik yang diisi air. Kemudian tumpahkan air dari alat suntik tersebut ke dalam satu belanga (panci). Lalu di belanga itu, teteskan bisa ular krait cukup 4 mikrogram saja dan campur adukkan. Setelah itu, masukkan kembali air yang telah tercampur bisa ular krait ke dalam 100 alat suntik tadi. Lalu suntikkan air tersebut ke 100 tikus dewasa. Niscaya akan ada 50 tikus mati dan sisanya masih selamat, tetapi sakit parah.

Itulah yang disebut LD50 (lethal dose 50) atau dosis yang dibutuhkan untuk membunuh 50% populasi. Ular krait hanya membutuhkan dosis 4 mikrogram saja untuk membunuh 1/2 populasi tikus dewasa. Di saat orang Malaysia awam dengan ular berbisa, mereka justru cukup akrab dengan istilah KPU. Lho kok? Hal tersebut lantaran pada 2019 KPU bolak balik disebut-sebut oleh media massa, imbas dari pemberitaan tentang pemilihan presiden di Indonesia, dan orang-orang di Malaysia pun cukup banyak yang memperhatikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun