Mohon tunggu...
Angiola Harry
Angiola Harry Mohon Tunggu... Freelancer - Common Profile

Seorang jurnalis biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berburu Air Bersih di Situasi Serba Senja

19 September 2017   09:42 Diperbarui: 19 September 2017   23:46 1955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Antara/Adeng Bustomi

Kemarau tahun ini mungkin agak lebih berat dari sebelumnya. Suhu udara dan tingkat kekeringan yang lebih tinggi, memaksa warga melakukan aktivitas lebih untuk mendapatkan air bersih. Tak terkecuali di kawasan kota hijau nan sejuk seperti Cimahi.

Tepat di sepanjang Jl. Kerkof Leuwigajah, tampak aktivitas warga yang masih riuh hingga tengah malam. Mereka umumnya warga berusia di atas 50 tahun sedang mengantri air bersih. Sila kunjungi mereka dan wawancara, mumpung aktivitas mereka masih berlangsung.

Padahal dari berita yang diturunkan Pikiran Rakyat dikatakan, "PDAM Kabupaten Bandung mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat untuk membangun sistem penyediaan air minum (SPAM) Gambung dengan kapasitas besar sampai 400 liter/detik.", yang secara awam tentunya, seharusnya, hal itu dapat mengatasi kebutuhan air bersih di tengah warga. Namun fakta sebaliknya.

Apakah mungkin memang efeknya belum sampai? Bukan bermaksud memojokkan, tapi mungkinkah 4 April, 2017 (sejak berita tersebut diturunkan) hingga tulisan ini turun, masalah air bersih di kawasan Cimahi belum bisa tertangani?

Warga di Kerkof mengaku aliran air bersih PDAM datang kadang dua hari sekali. "Hari ini ngalir, besok nggak. Nanti ngalir lagi besok lusa, itu pun malam," ujar Nanin, 63 tahun, warga Gg. H. Dahlan Affandi, Jl. Kerkof. Dari sumpah serapah hingga akhirnya pasrah, warga pun akhirnya menyerah dengan keadaan yang entah sampai kapan akan berlangsung.

Upaya ekstra di usia yang juga sudah ekstra tersebut, dilakukan warga dengan ikhlas. Karena mereka mengungkapkan, hal seperti ini sudah terjadi sejak jadul kala. Ada warga yang melakukan hal tersebut sejak anaknya bujangan hingga sekarang sudah punya cucu. Bahkan ada Pak Hassan, kakek tua berusia 91 tahun warga Kebon Awi, dorong gerobak air di siang bolong. Hal itu lantaran persediaan air bersih di PDAM sudah kosong.

Lalu kenapa tidak swadaya saja bikin sumur bor? Menurut mereka, penggalian air di sana cukup mahal. Itu lantaran kawasan tinggal mereka 'rebutan' sumber daya air bersih dengan pabrik-pabrik yang berdiri di sana.

Sehingga bila harus terpaksa menggali sumur, mereka harus merogoh kocek hingga Rp 15 juta, oleh sebab penggaliannya haruslah sangat dalam. Bila hanya menggali hingga 10 meter, mustahil ada air yang muncul. Paling tidak 30-40 meter dalamnya. Itulah yang membuat mahal biaya membuat sumur.

Satu-satunya harapan warga adalah semoga pelayanan PDAM semakin optimal. Beberapa warga yang menyerah, umumnya memilih 'hijrah' menjual rumah mereka atau dikontrakkan, sehingga mereka dapat lepas dari derita air bersih.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun