Mohon tunggu...
Harrys Simanungkalit
Harrys Simanungkalit Mohon Tunggu... Freelancer - Hotelier

Manusia Biasa Yang Sering Overthinking

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Mendidik Anak agar Tidak Takut Hantu

27 Januari 2023   12:21 Diperbarui: 27 Januari 2023   12:56 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      

 "Manusia itu kalau sudah meninggal, jasadnya dikubur, jiwanya terbang ke surga atau neraka sesuai amal dan perbuatannya selama hidup di dunia," ujar Tony menjelaskan.

       "Langsung terbang ke surga atau neraka kan, Kak? Tidak pakai jalan-jalan dulu untuk menakut-nakuti orang-orang?" tanya Tito dengan polosnya.

Demikian cuplikan dialog antara Tony dan adiknya: Tito, saat Tito terjebak paranoid khas masa anak-anak: takut hantu. Jalan keluar dari masalah dijelaskan sesuai dengan imajinasi dan logika anak-anak sehingga lebih gampang dicerna.

Keinginan untuk berkontribusi untuk edukasi anak-anak lewat literasi yang sempat terhalang lama akibat susahnya menembus dunia penerbitan besar untuk menerbitkan buku cerita anak-anak, membuat saya dan teman saya mendirikan penerbitan sendiri di kota kecil di tepi danau Toba: Balige. Setelah penerbitannya berdiri secara resmi dan memiliki badan hukum, maka saya pun langsung tancap gas.

Meskipun sebelumnya sudah menerbit beberapa buku dengan penerbit lain, ini adalah buku pertama saya untuk konsumsi anak-anak. Judulnya "Tidak Takut Hantu".

Buku ini berisi 14 judul cerita anak dan dongeng, termasuk "Tidak Takut Hantu" yang saya pilih untuk menjadi judul buku. Sementara beberapa judul lain dalam buku ini juga sudah pernah di muat kolom Anak, harian Kompas Minggu.  

Masing-masing cerita memuat konflik, plot twist dan solusi yang berbeda yang kerap dihadapi anak-anak. Ada pun ide konflik untuk sebagian cerita dalam buku ini terinspirasi dari curhat siswa-siswa Sekolah Dasar di Jakarta waktu saya berprofesi menjadi guru. Saya tidak mau terjebak dengan tipikal cerita anak yang berkutat dengan konsep sebab & akibat, baik VS jahat dan lain-lain. Saya menginginkan cerita anak dengan ending yang tidak gampang ditebak, dan mengajak si anak untuk ikut larut dalam cerita.

Cerita yang berjudul "Vania Si Pemberani" misalnya, adalah antitesis dari kasus bully yang akhir-akhir ini viral, dimana sekelompok anak-anak menindas anak lain secara fisik tanpa adanya pembelaan dari sesama teman atau orang dewasa. Betapa kita baru 'bertindak' setelah kejadiannya berlalu, setelah sudah ada korban, setelah kejadiannya viral. Kalau tidak viral, maka tidak ada yang sadar & peduli. Tetapi dalam cerita ini, Vania hadir sebagai sosok anak perempuan yang berani step in saat menyaksikan perilaku bully di depan mata tanpa harus menunggu intervensi dari orang dewasa yang mungkin tidak selalu ada saat kejadian.

Cerita berjudul "Teman Terbaik" dan "Kado Untuk Mama" mengedepankan tema cerita inisyatif berbagi dengan sesama. Saya sengaja meramu konsep inisyatif dari tokoh cerita biar tidak terkesan menggurui, agar anak-anak juga memahami bahwa berbuat baik itu bisa tumbuh dari diri sendiri, tanpa harus menunggu disuruh atau diajari.

Sengaja juga saya sisipkan juga cerita yang sad ending seperti "Terlambat Pulang" dan "Sama Tetapi Berbeda" agar anak-anak juga mulai memahami bahwa hidup di dunia suatu saat akan mengalami kekecewaan dan kehilangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun