Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menjadi Pembaca Era Kiwari

8 Desember 2016   21:15 Diperbarui: 18 Desember 2016   14:59 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: shutterstock

"Bagi seorang yang hidup dalam pikiran yang mesti disebarkan, baik dengan pena maupun dengan mulut, perlulah pustaka yang cukup." -- Tan Malaka dalam Madilog.

Dari komunitas stand-up comedy saya pernah belajar ini: bahwa setiap orang punya selera humor masing-masing, terlepas bagaimana mereka membuat atau menerima sesuatu yang kerap dianggap lucu dan menggelitik. Dan entah mengapa, bagi saya, Tan Malaka punya selera humor yang sangat baik --setidaknya elegan di mata saya. Sudah tentu alasannya adalah dalam beberapa hari terakhir ini , saya sendiri tidak tahu terkena angin apa, membaca Madilog.

Tidak. Tidak dalam versi cetak, namun digital di sebuah situs. Sepertinya sekarang biasa-biasa saja membaca Madilog di sembarang tempat. Saya malah pernah lihat seorang dengan khidmat membaca itu di kereta. Dengan kaki diangkat satu dan bersender di bahu bangku. Terlihat Nnkmat lha.

Jelas berbeda dengan masa-masa orde baru. Karena saya pernah dapat cerita ini: masa di mana mahasiswa-mahasiswa turun ke jalan, selalu ada pemeriksaan oleh aparat. Bagi yang tertangkap tangan masih terlibat dalam bentuk apapun itu, baik gerakan atau sekadar kenal dengan para Komunis --termasuk pembaca buku-buku kiri, termasuk Madilog-- akan ditangkap. Tanpa terlebih dulu diadili di pengadilan. Tas sudah pasti dikeluarkan isinya. Jaket atau almamater mesti dilepas. Makanya untuk mengakali itu, ada yang sampai menempeli buku itu di badan dengan menggunakan solatip. Aman. Setidaknya saat itu keberuntungan masih berpihak padanya.

Dari membaca Madilog itulah akhirnya saya temukan sisi humoris dari Tan Malaka. Baru masuk Pendahuluan saja, Tan Malaka sudah mendelegasikan kerangka pikirnya pada pembaca. Seperti yang kalian tahu, Madilog banyak ditulis saat Tan Malaka dalam pelariannya dari Indonesia. Kita dibawa oleh Tan Malaka dari satu tempat ke tempat lain dengan ketegangannya masing-masing. Rusia, Vietnam, Hongkong sampai Singapura. Sampai pada satu ketika, Tan Malaka mesti pergi ke suatu tempat untuk pelariannya, tapi tanpa membawa banyak buku. Pada saat itu Tan Malaka seakan jadi malu sendiri. Maka dalam pendahuluan Madilog yang Tan Malaka tulis adalah:

"Bagi seorang yang hidup dalam pikiran yang mesti disebarkan, baik dengan pena maupun dengan mulut, perlulah pustaka yang cukup."

Ada kegetiran. Ada keresahan yang Tan Malaka rasakan. Lebih-lebih saat ia tahu apa yang dilakukan Bung Hatta atau Leon Trotsky selama di tempat pembuangan. Trotsky ke Alma Aja; sedangkan Bung Harta ke hampir tiap pembuangannya di mana pun. Karena mereka berdua itu selalu membawa buku berpeti-peti. Tan Malaka tahu. Tan Malaka juga sadar sikap kedua pemimpin itu. Tan Malaka menyesali tidak bisa berbuat seperti mereka. Dan selalu gagal mencoba seperti begitu.

Membayangkan itu, saya tergelitik sendiri. Bahwa seorang Tan Malaka pun bisa iri kepada oranglain. Iri dengan cara yang dingin. Sebab ia sendiri mengakuinya.

Andai pada masa itu teknologi sudah berkembang seperti sekarang, mungkin dalam pelariannya Tan Malaka tetap bisa membawa berpeti-peti buku, namun dalam format digital. Hanya yang jadi persoalan kemudian adalah seberapa besar memori yang ia punya?

***

Satu-satunya musuh bagi orang yang berkarya adalah pembajak. Mereka, si pembajak itu, seakan tidak bisa dimusnahkan. Hilang satu, tumbuh seribu. Malah ada satu frasa seperti ini: di mana ada karya, di situ pula tersedia bajakannya. Yang selalu jadi persoalan dan tantangan adalah bagaimana menyakapi pembajakan ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun