Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

(Menulis) Maradona Membuatku Kembali pada Sepak Bola

27 November 2020   01:35 Diperbarui: 27 November 2020   15:22 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang penggemar Diego Maradona dan puterinya menangisi kepergian idolanya itu, Kamis (26/11/2020) waktu Indonesia. Warga di banyak negara, khususnya Argentina, berduka menyusul kabar meninggalnya Maradona, legenda sepak bola dunia. (Foto: RONALDO SCHEMIDT / AFP via kompas.id)

Jika bukan karena disuruh(?) menulis tentang Maradona, tidak mungkin siang itu aku bangkit dari meja kerja, menghampiri rak buku, dan mencari Romo Sindhu (Bola di Balik Bulan) dan Gus Dur (Gus Dur dan Sepakbola).

Jujur, sudah lama aku meninggalkan sepak bola --sebagai tontonan maupun hiburan. Aku kadung benci dan patah hati. Alasannya: tentu saja Arsenal.

Ketika itu aku sudah ingatkan agar Arsenal sebaiknya sebagai ormas saja. Berbaur bersama masyarakat, tapi mereka tidak indahkan. Arsenal tetap jadi klub sepak bola. Bukan hanya itu, mereka tetap bertanding dan memainkan Granit Xhaka. (Jika ada waktu senggang, bisa longok-longok tulisan lamaku tentang Arsenal. Nama "Granit Xhaka" barangkali tidak pernah absen kutulis untuk luapan kecewa)

Oleh karena itu, setiap Arsenal dan Granit Xhaka main, aku tidak mau lagi menonton Arsenal. Sayangnya, justru Arsenal memberinya ban kapten, walau kini sudah dipegang Auba, tetap saja Xhaka main. Percuma.

Daripada terus berkeras hati, akhirnya aku yang mengalah; aku memilih pergi untuk tidak lagi peduli.

Meski tidak bisa lepas dari apapun tentang sepak bola --juga, Arsenal-- di media sosial, aku hanya membayangkan Arsenal layaknya kontak seseorang di ruang chat WhatsApp yang mungkin dulu intens saling berhubungan. Aku tahu dia ada, tapi aku berusaha kuat untuk tidak menyapa.

Jujur, aku tidak bisa berhenti mencintai sepak bola. Aku tidak bisa memaksakan diri untuk tidak mencintai sepak bola. Apakah ini yang dinamakan cinta sejati? Untuk saat ini, aku tidak peduli.
***
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menggelar konpress penangkapan Edhy Prabowo. Tapi, pada waktu yang sama, ada kabar Maradona meninggal dunia.

Entah mengapa tiba-tiba aku serasa sedang menonton sepak bola. Ada perasaan kala sedang unggul, berharap akan menang, lalu hasilnya justru kalah.

Apalagi ketika barang bukti OTT dikeluarkan: aku tahu, sebentar lagi akan ada yang diumumkan untuk jadi tersangka. Perasaan menang atas tindakan korupsi; menindak, memproses, dan lain sebagainya, barangkali, sudah lama kita rindukan, bukan?

Namun, ketika kabar Maradona meninggal dunia, aku seperti merasa kalah. Hanya kesedihan yang hadir selang beberapa menit setelah merasa bahagia. Kehilangan, biar bagaimanapun, selalu menyedihkan.

Padahal aku yang sedang pergi meninggalkan sepak bola, tapi Maradona justru mendahului.
***
Kubuka laptop. Kukumpulkan beberapa bahan tulisan untuk menulis tentang Maradona. Seberapa kuat usaha menulisnya, menyusun semua bahan, tetap tidak bisa. Malam itu aku seperti memasang puzzel dengan potongan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun