Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

PB Djarum, KPAI, dan Indra Sjafri...

8 September 2019   02:47 Diperbarui: 9 September 2019   02:17 2424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (picjumbo.com/Viktor Hanacek)

PB Djarum secara resmi pamit (sementara) untuk tidak lagi menggelar audisi umum beasiswa bulutangkis.

"Audisi kali ini juga saya sampaikan sebagai ajang untuk pamit sementara waktu, karena di tahun 2020 kita memutuskan untuk menghentikan audisi umum," ungkap Yoppy Rosimin, Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation, dalam acara konferensi pers, pada Sabtu (7/9) di Hotel Aston, Purwokerto.

Oleh karena itu, audisi umum yang akan dilaksanakan pada Minggu (08/09), PB Djarum sudah menurunkan semua brand mereka dan para peserta audisi hanya akan memakai baju berdasar klub masing-masing.

***

Ketika masalah(?) ini mulai ramai diperbincangkan di Twitter, seorang teman, Lingga Wastu namanya, menceritakan pengalamannya ketika mengelola media sosial PB Djarum.

Bahwa kehadiran audisi umum dari PB Djarum, kata temanku, sesungguhnya menjadi harapan banyak anak dan orangtua menjadi bagian dari sejarah bulutangkis Indonesia.

"Mereka berbondong-bondong datang ke Kudus untuk audisi," cuit temanku.

Pada titik ini aku mengerti dan coba memahami. Sebab, seperti dikutip dari pernyataan PB Djarum, sejak tahun 2006 Bakti Olahraga Djarum Foundation tak pernah berhenti menjaring calon bintang bulutangkis masa depan lewat Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis.

Nama-nama besar pebulutangkis Indonesia juga, konon, dilahirkan dari audisi umum ini. Atlet inilah yang kemudian mengharumkan bangsa Indonesia di kancah dunia.

Konsistensi, pada akhirnya, membuahkan prestasi.

***

Namun, tiba satu waktu mucul protes terhadap audisi umum ini dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Tentu itu tidak secara tiba-tiba, walau pihak PB Djarum tidak diikutsertakan, saat KPAI melakukan rapat koordinasi lintas kementerian di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (1/8/2019) siang.

Kementarian yang melakukan rapat koordinasi tersebut yakni Kemenko PMK, Bappenas, Kemenkes, Kemenpora, dan BPOM.

Dari rapat lintas kementerian itulah lahir sebuah kesimpulan: bahwa Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis merupakan kegiatan yang mengeksploitasi anak dengan melibatkan citra merek Djarum sebagai perusahaan rokok.

Jujur. Aku terkejut akan hal ini. Tapi rasa itu justu kembali hadir.

***

Warganet terkejut, aku juga, ketika PB Djarum tidak lagi melakukan audisi umum.

Namun, alih-alih aku terkejut karena keputusan PB Djarum, justru alasanku terkejut karena alasan warganet.

Narasi besar dan sentimen yang lahir melainkan seperti ini: kalau PB Djarum tidak lagi menggelar audisi umum, maka Indonesia tidak akan (lagi) punya pebulutangkis kelas dunia.

Simpulan macam itu seakan ingin menggambarkan: bila tidak ada audisi PB Djarum, maka tidak (mungkin) ada atlet terbaik; atau atlet terbaik hanya ada dari audisi PB Djarum. Sudah.

Maksudku logikanya tidak seperti itu. Toh tidak semua pebulutangkis Indonesia dari PB Djarum. Dan klub bulutangkis di Indonesia tidak hanya PB Djarum.

Malah di komplek rumahku, wilayah RT yang punya lapangan bulutangkis, punya klub masing-masing. Setiap tahun suka ada kompetisi antar-RT yang mana, secara tidak langsung, adalah kompetisi antar-klub. Siapapun yang bertanding dalam kompetisis tersebut, selalu RT-ku yang jadi juara. Pedahal kami tidak punya lapangan bulutangkis, adanya lapangan basket.

***

Kini aku coba memahami sekaligus memaklumi: bahwa ada orangtua berharap anaknya, kelak, menjadi atles bulutangkis besar di Indonesia. PB Djarum bisa memfasilitasi itu dengan menggelar kompetisi. Dan hasilnya, Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) bisa mendapat stok atlet-atlet muda terbaik dari itu.

Bagus sebagai perjalanan karir calon atlet Indonesia, tetapi tidak baik secara sistem pusat kepengurusan.

Sebagai lembaga yang mengurusi itu jadi punya ketergantungan atas ketersediaan calon-calon atlet. Mereka tinggal datang ke sebuah audisi atau kompetisi bulutangkis, kumpulkan yang terbaik, seleksi, dan pilih.

Padahal, belum lama ini, kita pernah dikagetkan oleh seorang yang memutus pola tersebut dengan caranya mencari sendiri, berkeliling Indonesia, memilih pemain muda sesuai apa yang ia butuhkan. Indra Sjafri, namanya. Hasilnya: tim yang ia bangun tersebut keluar sebagai juara di Asia untuk pertama kalinya.

Itu memang sepak bola. Tapi, maksudku, apa sih bedanya sepak bola dan bulutangkis di Indonesia? Kedua olahraga ini bukan hanya populer di masyarakat, lebih dari itu, bahkan bisa sebagai jati diri. Berlebihan? Mungkin~

Jadi, korelasi antara tidak adanya audisi yang tidak akan digelar lagi tahun depan denga  ketersediaan calon-calon atlet terbaik sungguh jauh.

Jika memang momen ini bisa lebih memecut semangat para pengurus, memang sudah saatnya. Toh, kita juga sudah ada contohnya, Indra Sjafri. Amati, tiru, dan modifikasi.

Hormat saya, seorang pria yang punya selera.

Oia, btw-btw rokoknya Pramoedya Ananta Toer itu Djarum Super lho~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun