Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merayakan Bengong

28 Juli 2019   10:32 Diperbarui: 28 Juli 2019   18:53 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kocheng bengong (@kulturtava ---edited)

Bengong itu ibadah. Menikmati bengong itu sama halnya dengan menghargai sepi dan sunyi. Sebab, tak ada yang khidmat, yang membuat lebih dekat, ketika bengong. Bengong itu seperti puisi; tidak cukup dibaca satu kali untuk memahami. 

Dalam bengong, tentu saja, kita bisa meringkus dengan ringkas atas apa yang dipikirkan, diharapkan, dan kenyataan. Dan bengong, sekali lagi, bisa menjelma apa saja. Kesepian. Keramaian. Kesedihan. Kebahagiaan. Kerinduan. Kegalauan, kalau perlu.

Tak pernah ada cinta yang rapi.
Rindu membuatnya berantakan lagi.*

Kehidupan ini, barangkali, terlalu cepat. Sehingga yang berubah jauh lebih tampak tinimbang yang berproses atau bertumbuh. Bengong adalah tanda, alarm bagi diri sendiri, untuk sedikit merenungkan --bukan menghentikan, karena konotasinya cukup negatif, mungkin-- semua yang berkejaran dan berlarian. 

Bengonglah untuk sementara. Sewaktu yang kita punya. Bengong juga tidak perlu diluangkan. Karena bengong bukan tentang lama atau sebentar, tapi bengong, barangkali, adalah soal memahami sejenak apa yang terjadi saat itu.

Haruskah dengan bertengkar,
kekuatan cinta kita ditakar?*

Laiknya nyala api yang mengeluarkan asap, bengong itu menghasilkan. Jika bukan sesuatu yang berbentuk atau nyata, bengong paling tidak menjernihkan. Ujudnya bahkan bisa menjadi ekstrem: bengong membuat kita menangis. 

Tidak perlu heran ada mata yang berkaca-kaca ketika bengong. Apalagi sampai menetes di pipi. 

Sebab dari bengong, adalah cara kita memasuki diri jauh ke dalam. Tempatnya mungkin jauh lebih gelap dari dasar laut terdalam. Dan, buat apa malu untuk menangis? Menangis itu obat yang hanya bisa diramu oleh orang yang sedang sakit itu sendiri. Menangis, paling tidak, menenangkan. Penyair pernah berpesan: airmata tidaklah jatuh untuk hal yang sia-sia.

Jika cinta hanya soal segala hal benar,
maka mustahil kita bisa sebegini tegar.*

Bengong itu tidak terkotakkan dan terkatakan. Bengong adalah segala hal yang mustahil dirancang-rencanakan. Ketika bengong, selalu hadir hal-hal spontan yang tidak terikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun