Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

20 Tahun Saman!

20 Mei 2018   20:18 Diperbarui: 20 Mei 2018   21:41 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saman, cetakan ke 15 (Agustus 2000)

Entah apa ungkapan yang tepat untuk 'Saman'. Usianya kini sudah 20 tahun, sama seperti reformasi. 

Jika ucapan "selamat" dirasa tepat, itu mungkin karena 'Saman' hingga hari ini terus berevolusi dari satu sampul ke sampul lainnya. Dan itu tentu saja berbanding lurus dengan sebaran usia pembacanya. Permasalahannya sama, tapi sudut pandang pembaca sudah tentu akan berbeda. 

Pendekatan orang-orang pembaca 'Saman' antara 20 tahun lalu dengan 10 tahun atau hari ini akan menjadi menarik jika bisa didiskusikan. 

Misalnya: dalam cerita kita disajikan perjuangan Wisanggeni dalam mempertahankan lahan-lahan karet milik warga yang akan diganti dengan kebun kelapa sawit. Para petani mendapat represi luar biasa dari  pemodal --yang mungkin dibantu jua oleh pemerintah-- lewat centeng-centengnya untuk mengambil alih paksa lahan. Ada yang diusir, dipukuli, hingga dibakar rumahnya.

Sedangkan belum lama ini dengan penuh kegagahan dan kesadaran, Lord Luhut dalam konfrensi press bilang, "Untuk masalah human rights, kita sekarang disclose masalah human rights ini, masalah human rights sudah diselesaikan sejak saya masih di Menkopolhukam. Jadi saya pikir itu bukan issue lagi."

Tunggu. Tidak perlu merisak dulu. Penanaman sawit tentu bisa kita diskusikan mana baik atau buruknya untuk keberlangsungan ekosistem. Tapi, ini yang mengucapkan seorang Menko Maritim. Punya urusan apa kemaritiman dengan sawit? Apa sudah ditemukan inovasi menanam sawit di dasar laut?

***

Siang itu aku baru saja sampai kantor. Siang yang sedikit mendung dan teh pucuk di tangan kanan dan 'Saman' di tangan kiri. Baru sampai tempat merokok, aku diberhentikan oleh Kang Jalu, "ngopi dulu!" 

Tentu itu usulan yang baik meski aku bawa minum(an) sendiri. Aku kemudian duduk menyimpan teh pucuk ke dalam tas. Kini di bangku itu ada aku, kopi dan Kang Jalu. 

"Itu buku apaan?" tanya Kang Jalu. Saman, jawab aku cepat. Tidak lama Kang Jalu seperti sedang mengingat sesuatu: asap rokok ia hembuskan ke atas dan matanya menerawang langit-langit tempat merokok.

"Gue baca itu (Saman) 15 tahun lalu," kata Kang Jalu. Baru baca atau bagaimana, tanyanya kemudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun