Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kabar Baik buat Sejoli Sekantor, Menikahlah Sebelum (Kembali) Dilarang

15 Desember 2017   04:36 Diperbarui: 17 Desember 2017   13:53 1857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (@kulturtava)

Yang menyedihkan dari sudah punya pekerjaan, waktu itu, bukan untuk susah mendapat pasangan. Lebih dari itu, pasangan satu kantor. Itu tidak boleh kalau dilanjutkan sampai jenjang pernikahan. Alesannya sederhana: takut memperkeruh suasana kantor jika sedang "berantem". Kredibilitas di hadapan atasan jadi pertaruhan. Boleh pacaran, boleh juga menikah dengan temen satu kantor, tapi mesti beda divisi. Semisal Arsenal dengan Tottenham Hotspurs; dua tim satu kota tapi beda kejuaraan: Liga Champions dan Liga Europa.

Tapi itu dulu. Akhirnya ada yang menggugat itu. Menggugat hak dasarnya sebagaimana manusia: saling mencintai. Siapa bisa melarang jatuh cinta hanya boleh dengan ini-itu --kecuali Bos dan aturan perusahaan?

Tuntutan mereka, pejuang keadilan ini diterima, dan yang lebih menggembirakan menang pada sidang Mahkamah Konstitusi. Hasilnya: sekarang sesama karyawan di satu perusahaan boleh menikah. Tidak perlu satu di antaranya pasangan ini pindah divisi dan --yang terpenting dari gugatan itu-- tidak ada pemberhentian sepihak.

Sudah tidak ada lagi cerita pekerja, lewat aturan yang perusahaan buat sendiri itu, di-PHK semena-mena hanya gara-gara saling mencintai dan menikahi temen sekantor. Kalau alasan lainnya, kata aturan yang berlaku dulu, meminimalisir tindak KKN karena ada pertalian sedarah. 

Yang mesti diperkuat itu aturan bagaimana kelak menerima pekerja baru, bukan malah mengambil hak pekerjanya sendiri untuk saling-suka-saling-cinta. Dan kalaupun akhirnya menikah dengan temen sekantor, kan tidak ada hak sesama pekerja lain yang terganggu atau diambil. Nikah ya nikah, kerja ya kerja.

Coba bayangkan: sedih gak sih sudah sekolah sebener-benernya, dapet nilai bagus, bekerja di perusahaan ternama dan posisi yang disuka, tapi giliran bertemu jodoh di tempat kerja dan menikah malah dilarang? Padahal kalau mau sama-sama belajar, ada lho penelitiannya: 40% orang yang pacaran sekantor punya hasrat untuk menikahi pasangannya lebih tinggi daripada pacaran sedari sekolah atau dikenalkan temen --atau yang lebih menjengkelkan dijodoh-jodohin.

Begini. Punya pasangan satu kantor itu jadi penyemangat saat bekerja. Rasa "memiliki" terhadap perusahaan pun meningkat, karena di perusahaan itu jadi satu-satunya sumber pendapatan utama keluarga. Anggapan kalau "berantem" lalu menurunkan produktivitas kerja, sepertinya tidak mungkin.

Selain itu, sama-sama memiliki waktu bersama buat liburan. Soalnya mereka tahu kondisi keuangan masing-masing pasangan. Namun paling tidak enaknya, yha gak susah mendapat restu dari atasan untuk minta cuti pada waktu bersamaan. 

Meski cuti itu sendiri hak setiap pekerja. Ada juga tidak enaknya lagi: waktu untuk liburan bareng sudah terencana, restu cuti dari atasan juga, tapi ternyata tidak bisa umbar kemesraan pas lagi jalan-jalan ke sosial media. Itu sama saja seperti beli sepatu bagus, warnanya putih, tapi pas musim hujan. Yha itu sepatu gak kepake juga!

Jadi segeralah nikahi teman sekantor. Soalnya kalau masih pacaran banyak tidak enaknya, semisal, tidak kenal istilah kangen. Lha wong ketemu saban hari. Istirahat sih memang masih bisa makan barengan, tapi masa tiap hari? Masa tidak punya "me time"-nya sendiri? Sudah begitu terus-menerus diawasi kalau pasangannya posesif. Kenalan sama karyawan baru disangka mau main belakang alias selingkuh. Lain ceritanya kalau sudah menikah, kantor sudah bukan jadi tempat nomer wahid terjadinya peselingkuhan. Itu sebuah kemajuan, bukan?

Pada banyak kasus pelarangan nikah dengan temen sekantor itu ada yang sampai sudah lamaran tapi, menunggu hasil putusan sidang MK untuk dimenangkan. Ada juga yang akhirnya memilih "kumpul kebo", karena saking sayangnya, tapi tidak nikah karena takut di-PHK. Kan kasian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun