Pernahkah kamu merasa hari berjalan baik-baik saja, lalu tiba-tiba saja muncul rasa jengkel pada orang lain, bahkan tanpa alasan yang jelas? Atau, masalah sepele yang mestinya bisa diselesaikan dengan senyum malah berubah menjadi pertengkaran besar hanya karena suasana hati yang mendadak berubah. Setelah semuanya reda, penyesalan pun datang menghampiri, membuat kita bertanya-tanya: mengapa mood bisa berubah secepat itu, dan mengapa begitu sulit dikendalikan?
Fenomena ini dikenal sebagai mood swing atau perubahan suasana hati yang terjadi secara tiba-tiba, sering tanpa sebab yang jelas, dan kadang terasa di luar kendali. Dalam dunia psikologi, mood swing adalah fluktuasi emosi yang bisa bergerak dari satu kutub ke kutub lain dalam waktu singkat. Seseorang bisa merasa tenang dan bahagia, lalu dalam hitungan menit berubah menjadi marah, sedih, atau cemas, bahkan hanya karena hal kecil atau tanpa pemicu sama sekali. Ini berbeda dengan perubahan emosi biasa yang biasanya terjadi sebagai respons terhadap situasi tertentu; mood swing sering kali datang tanpa aba-aba, seperti badai kecil yang tiba-tiba menyapu langit cerah.
Lalu, apa yang menyebabkan mood swing? Jawabannya ternyata kompleks. Salah satu faktor utama adalah perubahan hormon, terutama pada remaja yang sedang pubertas, wanita menjelang menstruasi, hamil, atau menopause. Namun, bukan hanya hormon yang bertanggung jawab. Stres yang menumpuk, tekanan pekerjaan, masalah keluarga, atau bahkan kurang tidur bisa menjadi pemicu utama. Pola makan yang buruk, konsumsi kafein atau alkohol berlebihan, serta penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat memperparah fluktuasi emosi. Di sisi lain, kondisi medis seperti gangguan tiroid, diabetes, atau gangguan kesehatan mental seperti depresi, bipolar, dan kecemasan kronis juga sering menjadi latar belakang mood swing yang berat.
Dampak mood swing tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri, tetapi juga oleh orang-orang di sekitar. Suasana hati yang mudah berubah bisa membuat hubungan dengan pasangan, keluarga, atau rekan kerja menjadi tegang. Masalah kecil bisa membesar, komunikasi menjadi kacau, dan akhirnya, penyesalan kerap datang belakangan. Jika dibiarkan, mood swing yang berulang bisa menurunkan produktivitas, mengganggu kualitas tidur, bahkan memicu perasaan terisolasi dan depresi.
Namun, kabar baiknya, mood swing bukanlah sesuatu yang tak bisa dikendalikan. Ilmu pengetahuan menawarkan berbagai cara untuk mengelolanya. Salah satu langkah awal adalah mengenali pola perubahan suasana hati. Mencatat perasaan dan kejadian sehari-hari dalam jurnal emosi dapat membantu menemukan pemicu utama. Selain itu, menjaga pola tidur yang cukup dan teratur sangat penting, karena kurang tidur terbukti secara ilmiah meningkatkan risiko mood swing. Olahraga rutin, meditasi, dan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam juga efektif menstabilkan emosi. Mengurangi konsumsi kafein, alkohol, dan makanan olahan, serta memperbanyak asupan makanan sehat yang kaya omega-3 dan vitamin B, dapat membantu menjaga keseimbangan kimia otak.
Jika mood swing terasa semakin sering dan mengganggu, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Terapi perilaku kognitif (CBT) telah terbukti efektif dalam membantu individu mengenali dan mengubah pola pikir serta perilaku yang memicu perubahan mood ekstrem. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin merekomendasikan pengobatan untuk menyeimbangkan neurotransmitter di otak.
Pada akhirnya, memahami mood swing adalah langkah awal untuk berdamai dengan diri sendiri. Setiap orang pasti pernah mengalami naik-turun emosi, namun dengan kesadaran, strategi yang tepat, dan dukungan lingkungan, kita bisa mengelola mood swing agar tidak lagi menjadi badai yang merusak, melainkan angin sepoi yang mengingatkan kita untuk lebih mengenal dan merawat diri sendiri serta hubungan dengan orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI