Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Health Promoter

Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rahel dan Arti Menunggu

15 Mei 2019   14:59 Diperbarui: 15 Mei 2019   15:37 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Suasana sore yang tenang. Rahel duduk di teras sambil memperhatikan anak-anak kecil bermain di jalanan depan rumahnya. Hatinya masih risau dengan pertanyaan yang mengganggunya dalam beberapa waktu ini. "Berapa lama aku harus menunggu?"

"Tunggulah, secepatnya aku akan datang padamu." Ah. Nampaknya dia telah terkena tipuan pemberi harapan palsu. Janji hanya tinggal janji. Seluruh perasaan telah ia salurkan untuk berharap pada sosok yang akan datang secepatnya. Namun nyatanya yang ditunggu tak juga muncul.

"Dimanakah dirimu yang kubutuhkan? Sudahkah dirimu lupa akan janjimu?" batin Rahel yang terasa pedih.

"Sudahlah, buat apa kamu risaukan diri dengan menunggunya? Dia pasti tidak akan datang. Lupakan saja dia. Cobalah sesekali tengok ke sisimu yang lain. Ada yang lebih dekat dan dapat menghapuskan kegelisahanmu." Begitulah nasihat dari sang ibu sebelum kembali berlalu ke dalam rumah.

Nasihat ibunyapun nampak tak terlalu didengarkan oleh Rahel. Rahel adalah tipe orang yang setia dalam menunggu. Apalagi yang ditunggunya telah menjanjikan sesuatu padanya. Meskipun ada yang lebih baik datang di sisinya, ia lebih memilih untuk fokus pada dia yang sedang dinantikan.

"Rahel, aku sarankan kamu jangan menyia-nyiakan yang ada di sisimu. Jika kamu tidak menginginkannya, akulah yang akan merebutnya darimu!" tegas Ratih, sang sahabat yang sedari tadi sangat gemas akan sikap Rahel.

"Ratih sahabatku, aku lebih memilih menunggu dia yang kusuka, dibanding harus terpaksa menikmati kehidupan yang sulit ini bersama yang bukan favoritku. Tenanglah, karena dalam setiap tunggu ada harap yang selalu membantu. Oleh karena itu, aku akan tetap percaya bahwa ia akan segera sampai." Ucap Rahel menguatkan diri.

Wajah Rahel tampak sangat pucat. Yah. Menunggu bukanlah perkara yang mudah untuk siapa saja. Badannya terlihat sangat lemas dan lunglai. Tak ada semangat yang terpancar dari wajah yang katanya penuh dengan harapan ini. Akankah ia menyerah? Tidak. Kata menyerah tidak berasal dari kamus orang keras kepala sepertinya.

Ratih hanya bisa memandanginya dengan rasa jengkel. Jangankan saran yang diberikannya. Bahkan saran dari ibunya tidak ia gubris.

Di tengah rasa hampa yang mulai menerpa, tiba-tiba seseorang dengan motor yang terlihat tak asing muncul di hadapan rumah. Seorang pria turun dari atas motor tersebut disambut wajah Rahel yang berbinar-binar. Rasa lemas dan lunglai yang tadi mendera, hilang seketika ketika melihat sang pujaan hati telah tiba. Penantian yang tidak sia-sia.

Pria tersebut lalu terus berlalu sampai ke hadapan Rahel. Rahel telah berdiri dengan anggun sambil menanti dan menatap langkah demi langkah sang pria yang lelah ditunggunya ini. Meski begitu, seperti perempuan lain, hati dan ekspresi wajahnya sama sekali tak sinkron. Hati boleh lega, namun wajah menyiratkan kemarahan dengan tingkat cemberut maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun