Mohon tunggu...
harry budiyanto
harry budiyanto Mohon Tunggu... -

Pengamat apa saja yang lagi "hot" dan menarik. Belajar menulis untuk mengasah otak dan nurani.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konspirasi ABC dalam Kasus ABC (Antasari-Bibit-Chandra)

12 November 2009   00:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22 1305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah hiruk-pikuk kasus Bibit-Chandra, publik dikejutkan dengan kesaksian Williardi Wizar (WW). WW menyatakan bahwa dirinya ditekan oleh pimpinan Polri untuk “menjerumuskan” Antasari Azhar (AA). Sebelumnya, eksekutor Nasrudin mencabut keterangannya dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) karena mereka berada di bawah tekanan (disiksa penyidik); Rekonstruksi penembakan Nasrudin dilakukaan dari jarak jauh sedangkan keterangan ahli menyatakan bahwa penembakan dilakukan dari jarak 60 cm. Fakta-fakta tersebut kembali mencuatkan adanya skenario kriminalisasi KPK. Mabes Polri segera bergerak cepat dengan melakukan konperensi press untuk meng-counter pernyataan WW di persidangan dan tudingan publik tentang adanya skenario kriminalisasi KPK. Polri tanpa banyak bicara langsung memutar rekaman video pemeriksaan AA dan WW. Yang menarik adalah pernyataan AA bahwa jika dirinya keluar dari KPK, maka ia adalah orang pertama yang menyatakan bahwa KPK tidak diperlukan lagi. Assegaf, pengacara AA, menyatakan bahwa rekaman video tersebut terpotong dan ada pernyataan AA bahwa jika Kepolisian dan Kejaksaan sudah bisa melaksanakan tugasnya sesuai harapan masyarakat, maka KPK tidak diperlukan lagi. Lalu, siapa yang benar dan siapa yang berbohong? Pertanyaan di atas belum layak dijawab sekarang karena fakta-fakta yuridis belum dibuka secara penuh. Publik harus bersabar menunggu proses sidang AA selanjutnya dan sidang Bibit-Chandra (jika diperlukan). Tanpa adanya fakta yang komplit, semua pihak bisa saling melakukan klaim yang mengarah pada debat kusir. Oleh karena itu, lebih baik kita mencoba mengasah otak dengan mencoba melakukan analisa dan membuat prediksi-prediksi berdasarkan fakta-fakta yang tidak lengkap tersebut. Pertanyaan besarnya adalah benarkah ada konspirasi dalam kasus AA- Bibit-Chandra ini (disingkat ABC)? Skenario kriminalisasi Trio pimpinan KPK (non aktif) dengan inisial ABC tidak lepas dari trio kekuatan (super power) di Indonesia, yaitu Trio ABC, yaitu ABRI, Birokrat, dan Cukong (Pengusaha yang lebih menggunakan kekuatan uang dalam menjalankan bisnisnya daripada manajemen bisnis). ABRI adalah TNI atau militer yang mencoba kembali mengambil peran seperti sebelum reformasi. Birokrat dalam hal ini diwakili oleh Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan KPK. Cukong diwakili pengusaha-pengusaha top yang banyak berurusan dengan KPK atau minimal yang terusik dengan manuver KPK dalam pemberantasan korupsi. Publik mengetahui nama-nama yang diduga merupakan cukong, yaitu Duo Ang (Anggoro dan Anggodo) plus Ong Yuliana Gunawan, sebelumnya ada Ayin. Bagaimana peran masing-masing dalam kisruh politik terpanas di Indonesia pasca pemilu ini? Rakyat sementara ini hanya menonton pertarungan tersebut dengan penuh kebingungan: mana yang sebenarnya jujur dan mana pembohong sejati. Ibarat papan catur, birokrat yang diwakili oleh aparat penegak hukum di atas posisinya lebih sebagai bidak-bidak di papan catur yang diduga dimainkan oleh Cukong dan TNI. Repotnya para pemain ini semuanya bergelar Grand Master Super yang mempunyai elo rating di atas 6000. Dalam menjalankan bidak di papan catur, mereka telah berpikir 5 langkah ke depan. Sedangkan rakyat Indonesia, sebagai penonton catur, hanya melihat dan berpikir maksimal 1 langkah ke depan, sehingga hanya bisa berdebar-debar menyaksikan langkah-langkah yang dimainkan para Grand Master Super. Dalam perang melawan terorisme, TNI mencoba mengambil alih peran Polri, terutama pasca ‘kelucuan’ Densus 88 menggerebek Ibrohim di Temanggung. Media massa langsung membandingkan kinerja Polri dengan keberhasilan Kopassus misalnya dengan operasi Woyla dalam membebaskan pesawat yang dibajak teroris. Berbagai opini tentang perlunya TNI ikut terjun dalam penanganan teroris membuat Polri bergerak cepat “mencari” Noordin Moch. Top yang sebenarnya diskenariokan akan dituntaskan pasca babak belurnya Polri dalam penanganan Bibit-Chandra. Turunnya TNI membuat Polri bergerak cepat untuk menyelesaikan Noordin cs. Pertarungan selanjutnya adalah TNI berusaha “menyerang” kinerja Polri dalam penanganan ABC. Intelijen TNI bergerak cepat mendukung gerakan pro Bibit-Chandra. Akar masalah ini semua adalah "kecemburuan“ militer akan peran besar plus kue besar yang dinikmati Polri pasca Polri keluar dari ABRI. Benarkah demikian? Wallahua’lam bish-shawabi. Di sisi yang lain, para cukong yang terusik dengan manuver KPK, mendompleng atau bahkan "mensponsori“ Polri dan Kejaksaan Agung untuk memproses Trio ABC. Sudah menjadi rahasia umum jika oknum Polisi dan Jaksa banyak yang menjadi “patner“ pengusaha dalam mengamankan bisnisnya. Sebagaimana diketahui, hampir tidak ada usaha yang bisa berjalan normal tanpa ‘kawalan’ birokrat plus aparat penegak hukum. Dalam pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah, lebih dari 90% pengusaha yang memenangkannya sudah ditentukan pada saat perencanaan anggaran. Jelas hal ini menyalahi Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Berbagai kasus illegal logging juga sudah menjadi rahasia umum, terdapat kerjasama yang erat antara pengusaha dan birokrat yang di-back up aparat penegak hukum. Semua tindak pidana tersebut bisa dengan mudah dijerat oleh Polisi atau Jaksa. Mengapa kewenangan Polisi dan Jaksa tidak digunakan untuk mengungkap kasus-kasus yang mencolok tersebut? Contoh jawabannya lagi-lagi bisa disimak secara jelas pada sidang di pengadilan tipikor. Kasus SKRT yang menjadi asal muasal kisruh ini, rasanya tidak jauh dari praktek-praktek persengkongkolan pengusaha-birokrat plus aparat penegak hukum. Wallahua’lam bish-shawabi. Konspirasi ABC (ABRI/TNI-Birokrat-Cukong) dalam kasus ABC (Antasari-Bibit-Chandra) konyolnya tidak banyak disadari banyak pihak. Media massa berteriak kegirangan mendapatkan berita-berita dahsyat. Para pengacara sibuk cakar-cakaran. LSM, mahasiswa, dan aktivis anti korupsi didukung facebookers sibuk menggalang dukungan untuk Bibit-Chandra. Rakyat sibuk menonton dan menganalisa penuh kebingungan. DPR malah ikut-ikutan menjadi pemain bahkan dianggap menjadi humas Polri/Kejaksaan Agung. Tim 8 yang dibentuk presiden juga dianggap terlalu berpihak pada Bibit-Chandra. Presiden terlihat ragu-ragu dalam menyikapi informasi versi aparat di bawahnya, informasi dari Tim 8, plus suara publik yang menuntut kejelasan sikap presiden. Penulis hanya bisa "ngedumel“ dan mereka-reka apa yang sebenarnya terjadi. Para malaikat pun hanya tersenyum simpul melihat berbagai "dagelan“ tidak lucu di negeri ini. Kapan ya ... Yang Maha Kuasa membuka kunci jawabannya?  Wallahua’lam bish-shawabi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun