Mohon tunggu...
Harry Wijaya
Harry Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Asal Depok, Jawa Barat.

Deep thinker. Saya suka menulis esai, cerpen, puisi, dan novel. Bacaan kesukaan saya sejarah, filsafat, juga novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sundel Bolong

3 Januari 2020   03:41 Diperbarui: 3 Januari 2020   03:44 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah ini berukuran sedang, sangat cocok untuk sebuah keluarga kecil. Hebatnya Iwan bisa membeli rumah ini di umurnya yang baru menginjak 28 tahun. Aku pun bersantai sejenak di sofanya sambil melihat sekitar. Melihat-lihat bingkai foto di dinding rumahnya itu.

"Ini mbak, minumannya." Kata seorang wanita yang menghampiriku. Wanita itu terlihat seumuran dengan Iwan. Akan tetapi baru kali ini aku bertemu dengannya.

"Terima kasih? Siapanya Iwan ya?" Tanya ku.

Wanita itu kemudian duduk di sampingku, dan berbisik dengan sedikit perasaan was-was. "Aku Saras istrinya Iwan, kami baru menikah diam-diam. Jangan kasih tau siapa-siapa ya. Nanti kalau sudah waktunya, biar Iwan sendiri yang kasih tau orang-orang." Bisik wanita yang mengaku sebagai Saras itu.

Aku hanya mengangguk saat mendengar penjelasan Saras. Dalam hati aku merasa lega saat mengetahui Saras adalah istri Iwan, ternyata Iwan benar-benar tulus mau memberiku tempat menginap tanpa ada maksud lain. Di rumah ini sudah ada istrinya, dia tak akan macam-macam denganku. Saras sendiri adalah wanita ramah yang suka mengobrol aku dan Saras kemudian berbincang-bincang sambil sesekali membicarakan Iwan yang masih sibuk di belakang.

"Iwan itu sadis lho, hati-hati." Kata Saras sambil tersenyum.

Aku yang sedang minum pun hampir tersedak karena ingin tertawa. "Kok sadis mbak?" Tanyaku.

"Soalnya, kalo mainnya udah kebablasan Iwan gak akan tanggung jawab dan gak akan segan-segan juga buat bunuh orang tersebut." Jawab Saras.

"Lho, kok gitu mbak?" Tanya ku yang mendadak bingung.

"Ya gitu deh, yaudah biar lebih enak ngobrolnya. Aku ambilkan kue di dalam ya." Kata Saras yang kemudian berjalan ke belakang menuju Iwan.

Aku kembali bersandar di sofa sambil melihat jam yang menunjukkan pukul 23:00. Sudah larut, kalau bisa ingin rasanya aku segera tidur. Sesekali kupejamkan mata saat berada di sofa empuk dan nyaman ini. Hingga akhirnya Iwan datang dengan secangkir minuman yang ia bawa kemudian duduk di sampingku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun