Mohon tunggu...
Harry Purnama
Harry Purnama Mohon Tunggu... -

Trainer & coach mature leadership, listening wisdom dan work and life balance [WLB] tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Listening without Noise

5 Desember 2015   16:49 Diperbarui: 5 Desember 2015   16:56 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Listening without noise

Apa yang kini membuat orang lebih suka membaca dan menulis dari pada mendengarkan dan berbicara?  Apa yang membuat orang semakin terupdate, kaya informasi dan lebih kreatif?  Apa yang membuat dunia ini sepi? Apa yang membuat orang saling terhubung tanpa gangguan komunikasi? Apakah  dunia komunikasi telah berubah drastis?

Minimal ada 4 kelebihan dari  “listening without noise,” sbb.:

1). Komunikasi Jernih meski dunia gaduh

Di era komunikasi sebelum tahun 2000, komunikator resah dengan  “listening noise” (gangguan, distraction komunikasi) karena dunia semakin gaduh.  Berbagai cara dilakukan untuk membuat komunikasi bersih, jernih dan clear.  Tetapi tetap saja tidak bisa, karena dunia sudah terlanjur gaduh. Tiba-tiba di era tahun 2000-an (abad 21) muncul perubahan  teknologi komunikasi dengan lahirnya internet wireless, smart phones dan tablet.  Yang  entah by-design atau tidak, secara otomatis ikut membantu menghilangkan 50% “listening noise.”  Mengapa 50% atau setengah? Karena fungsi komunikasi tatap muka (diskusi, rapat, review, meeting, negosiasi) dapat dilakukan via model baru, yaitu  “indirect-communication,” komunikasi tidak langsung dengan menggunakan alat.  Tidak langsung, karena perlu bantuan alat, tetapi tetap bisa menghubungkan 2 orang atau lebih.  Dengan bantuan alat komunikasi digital baru seperti laptop, smart phones dan tablet, maka komunikasi menjadi sangat luas terbuka. 

Dengan komunikasi lewat genggaman atau pangkuan, noise komunikasi yang diributkan, lenyap sudah.  Orang ber-bbm group atau WA-group tanpa noise,  jernih dan bening.  Yang tersisa tinggal noise komunikasi kelompok dan tatap muka.  Berkat komunikasi internet wireless, ipad dan smart phones, channel komunikasi kelompokpun, sangat terbantu dengan lahirnya channel komunikasi baru yang cepat, yaitu bbm-group, line, skype, WA-group, facebook dan twitter.  Pengambilan keputusan dan analisa menjadi lebih cepat.

Teknologi baru ini, membuat orang diam (tidak berisik). Indera mata (membaca pesan) dan telinga (mendengarkan suara si pemberi pesan) tidak menimbulkan noise.  Gangguan noise, hanya pada sinyal. Channel komunikasi baru ini tetap bisa dua arah.  Penerima pesan dapat memberikan feedback, pertanyaan atau pendapat  kepada si pemberi pesan.  Dengan indera mata. telinga dan smart phones atau ipad, misalnya, orang bisa kaya informasi, ter-update news terbaru, lewat genggaman atau pangkuannya.  Dengan kaya informasi dan kesiapan mental, orang bisa jadi lebih produktif dan kreatif, bukan? Belum lagi penghematan waktu yang luar biasa besarnya. Orang tak harus bertemu untuk berkomunikasi.

2).   Masyarakat membaca

Dunia berbicara tanpa suara.  Dunia berkomunikasi tanpa gaduh.  Dunia kini lebih banyak berkomunikasi lewat membaca. Pada waktu bersamaan, manusia mendengarkan tanpa kegaduhan, lebih efektif.

Dahulu, orang tua, guru dan pendidik risau galau, masyarakat Indonesia sangat tak gemar membaca.  Hobinya, nonton.  Budaya yang berkembang ketika itu, budaya “tontonan” dan “lisan” (memanjakan mata dan telinga). Orang gemar nonton tv (membaca gerak, gambar dan mendengar suara) dan pertunjukan dangdut (membaca gerak dan mendengar music).  Aktifitas membacanya sangat sedikit, apalagi menulis.  Program perpustakaan keliling,  komik bergambar, buku murah, belajar jarak jauh  marak digenjot untuk mengedukasi rakyat gemar membaca.  Kenapa galau? Karena budaya “tontonan” dan “lisan”,  dianggap kurang mendidik, kurang mencerdaskan.  Alasannya, orang cenderung diam tapi  pasif,  bisa malas berfikir dan karenanya bisa ketinggalan ilmu baru.

Dengan teknologi baru seperti Whatsapp,  masyarakat luas dididik dengan sendirinya (otomatis) jadi gemar membaca (online). Bersyukur dan berterima kasih kita pada Jan Koum, orang muda jenius,  drop-out San Jose University, yang dulunya orang susah, kini miliarder baru.  Masyarakat Indonesia tak ada alasan lagi untuk risau, bahwa kita akan bodoh dan ketinggalan zaman. Anggapan itu tidak relevan dan tidak benar.  Semua orang sudah gemar “membaca” lewat handphonenya atau laptopnya, sejak bangun tidur. Ibu-ibu sekarang gak kalah gaul sama anak-anaknya. Sejak melek mata, sudah ambil handphone, buka handphone, meski belum ke kamar mandi. Coba bayangkan, perubahannya? Dahsyat bukan. Hilang sudah kegelisahan dan kegalauan, bahwa bangsa Indonesia tak suka membaca. Semua rajin membaca, minimal ngintip status orang di facebook atau melirik foto teman di instagram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun