Mohon tunggu...
Harpen Fitri Rachmawati
Harpen Fitri Rachmawati Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa Binus Online Learning Jurusan Manajemen Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dilema Menafkahi Kehidupan demi Sebuah Kelayakan

7 November 2019   13:17 Diperbarui: 9 November 2019   18:35 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Untitled (I Need Work), 2007 / Artist: Karl Haendel via artnet.com

Seberapa sulit mencari pekerjaan selepas mengenyam jenjang pendidikan? Artikel yang membahas tentang Jumlah Pengangguran Indonesia Turun Tahun 2019 ini entah mengapa membuat penulis senang sekaligus bersedih. 

Senang karena angka persentase pengangguran yang awalnya 5,13 persen di tahun 2018 berkurang menjadi 5,01 persen di tahun 2019.

Namun di sisi lain kita bisa sekaligus bersedih karena sampai dengan saat ini masih saja banyak pengangguran yang kesulitan untuk memenuhi hajat hidupnya.

Padahal mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah hak setiap warga negara Indonesia.

Apa kiranya yang membuat hal tersebut dapat terjadi?

Terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan, tidak meratanya penyerapan tenaga kerja, dan rendahnya kualitas tenaga kerja masih menjadi masalah krusial di Indonesia. 

Banyaknya jumlah penduduk Indonesia tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada, adanya krisis lapangan pekerjaan di daerah-daerah wilayah Indonesia, sampai dengan kurangnya kualitas keahlian seseorang karena rendahnya tingkat pendidikan menjadi beberapa alasan dari sekian masalah yang ada. 

Dengan masih banyaknya pengangguran yang ada di Indonesia, upaya pemerintah dalam menggerakan ekonomi dalam berbagai sektor seperti di sektor perdagangan dan pertanian di daerah-daerah seolah belum optimal.

Menyinggung tentang daerah-daerah di Indonesia, apabila permasalahan dalam mencari pekerjaan menyangkut wilayah, lalu bisa kita buat perbandingan antara mencari pekerjaan di kota dengan di daerah (desa), bisa jadi mencari lapangan pekerjaan di kota lebih banyak pilihan.

Di sana, para pencari kerja bisa lebih leluasa memilih pilihan untuk berjuang dan berkompetisi sesuai minat dan keahlian dengan para pencari kerja yang lain.

Namun, problematika mungkin lebih dirasakan para pencari kerja yang hidup di daerah karena selain pilihan pekerjaan yang terbatas dan bisa jadi tidak sesuai dengan keahlian, selain itu ketersediaan lapangan pekerjaannya juga terbatas. 

Tidak berhenti sampai di situ, mereka harus dihadapkan pilihan untuk nekat mencari pekerjaan di kota sesuai kemampuan dan keinginan dengan biaya hidup yang tinggi atau memilih alternatif lain.

Alternatif lain yang dimaksud salah satunya adalah menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau buruh migran. Bekerja sebagai buruh migran memang terlihat menjanjikan. Iming-iming mendapat gaji yang besar dan bisa hidup enak sudah biasa terdengar. 

Namun, perlu diketahui sebagai buruh migran resiko yang ditanggung juga sangat besar. Penempatan bagi mereka yang ingin bekerja di luar negeri bisa saja menjadi sebuah ancaman. Sebagaian besar buruh migran bekerja disektor-sektor yang penuh resiko (3D: Dark, Dirty, Dangerous) namun minim proteksi.

Berbicara tentang sektor yang penuh resiko namun minim proteksi, lalu bagaimana peran pemerintah dalam menangani penempatan dan perlindungan para buruh migran?

Sebenarnya semua sudah tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja & Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK), Maruli A. Hasoloan mengatakan, Pemerintah Indonesia sedikitnya sudah melaksanakan enam program dalam upaya memberikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia di luar negeri.

Enam program tersebut adalah :

  1. Pengesahan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) sebagaimana telah tertuang di atas.
  2. Membentuk Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). LTSA memberikan layanan perlindungan kepada buruh migran sebelum bekerja. LTSA merupakan layanan yang transparan dan cepat bagi para calon pekerja migran Indonesia.
  3. Membentuk Desa Migran Produktif (Desmigratif). Desmigratif berguna untuk memberikan informasi dini terkait bermigrasi yang aman bagi para calon pekerja migran Indonesia.
  4. Membentuk Satuan Tugas pencegahan pekerja migran Indonesia non prosedural di 21 embarkasi dan debarkasi.
  5. Memperketat proses pemberian izin bagi perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI), serta memperketat proses pengawasan terhadap mekanisme penempatan yang dilakukan oleh P3MI.
  6. Pemerintah Indonesia melakukan kerja sama bilateral dengan negara-negara penempatan, yang diperkuat dengan partisipasi aktif Pemerintah dalam kerja sama regional dan multilateral dalam upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan selama masa bekerja bagi para pekerja migran Indonesia.

Mungkin ini yang dinamakan dilema untuk menafkahi kehidupan demi sebuah kelayakan. Menjadi layak untuk menjalankan kewajiban sebagai warga negara Indonesia yang baik sampai dengan Ia mendapatkan hak-haknya. Bekerja di negara sendiri atau pun di luar negeri, sama-sama memiliki masalah dan kendalanya masing-masing.

Negara sebagai lembaga yang menaungi hak-hak warga negara sudah sepatutnya menjaga dan melindungi penduduknya.

Seperti apa yang telah tertuang di Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".

Menjadi pekerja di dalam atau pun luar negeri semoga tidak menjadi konflik atau momok bagi diri sendiri. Sebagai warna negara yang baik untuk mendapatkan hak masih ada satu syarat multlak yang harus kita jalani bernamakan kewajiban.

Kewajiban sebagai warga negara Indonesia adalah menaati hukum pemerintahan dengan menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali. 

Adapun pasal yang mengatur tentang kewajiban warga negara Indonesia tertera pada Pasal 28J ayat 2 : "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun