Rumah subsidi, bagi banyak orang, terdengar seperti berkah yang datang di tengah naiknya harga properti. Tapi tunggu dulu---apakah rumah subsidi cukup hanya murah? Bagi saya, rumah idaman itu bukan sekadar empat dinding dan satu atap. Ia harus jadi tempat berlindung yang nyaman, aman, dan layak. Kalau bisa murah, kenapa tidak? Tapi jangan lupakan satu hal penting: kualitas tetap harus nomor satu. Sebab rakyat pun berhak tinggal di rumah dengan standar "sultan", bukan sekadar asal jadi.
Pertama, kualitas bangunan adalah segalanya.
Dinding yang kokoh, atap yang tak bocor, dan pondasi yang kuat bukan hanya membuat rumah berdiri tegak, tetapi juga membuat penghuninya tidur nyenyak. Bayangkan setiap kali hujan turun, bukan suara rintik yang terdengar, tapi suara ember menampung air dari langit-langit. Frustrasi, bukan? Kerusakan semacam itu tak hanya menyedot dana perbaikan, tapi juga menyita ketenangan pikiran. Maka, kualitas bahan dan pengawasan pembangunan wajib jadi prioritas---bukan sekadar formalitas.
Kedua, instalasi listrik dan air tak bisa ditawar.
Tak ada yang romantis dari mandi dengan air tampungan atau mengisi daya HP pakai genset pinjaman tetangga. Akses air bersih dan listrik stabil adalah kebutuhan dasar di era sekarang. Sayangnya, masih banyak rumah subsidi yang fasilitas dasarnya "apa adanya", bukan "seharusnya". Padahal, bagaimana mungkin penghuni bisa hidup layak tanpa itu?
Ketiga, lokasi bukan hanya soal harga tanah, tapi soal akses hidup.
Rumah subsidi yang terletak di ujung dunia (baca: minim transportasi umum) ibarat membeli tiket nonton tapi layarnya buram. Hemat biaya beli, tapi boros waktu dan tenaga. Lokasi rumah yang strategis---dekat fasilitas umum, jalan raya, transportasi publik---menentukan produktivitas dan efisiensi hidup. Jangan sampai demi rumah murah, hidup justru jadi mahal.
Penutup
Pada akhirnya, rumah subsidi yang ideal adalah rumah yang tak hanya ringan di kantong, tapi juga berat nilai manfaatnya. Dengan kualitas bangunan yang kokoh, fasilitas dasar yang terpenuhi, dan akses yang mudah dijangkau, rumah subsidi bisa benar-benar menjelma jadi investasi jangka panjang---bukan sekadar solusi darurat. Seperti kata pepatah bijak yang belum tentu bijak: "Kalau bayar cicilan tiap bulan bisa, masa sih nggak bisa dapat kualitas yang manusiawi?" Rumah subsidi layak diberi semangat baru: harga rakyat, kualitas sultan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI