"Menggaji satu karyawan saja kadang sudah megap-megap. Lalu bagaimana bisa UMKM tumbuh?"
Kalimat itu saya dengar dari seorang pemilik usaha konveksi kecil.Â
Ia mengeluh: omzet naik-turun, biaya operasional terus menekan, dan ia harus jadi pemilik sekaligus staf.Â
Saban hari ia membuka toko, mencatat stok, melayani pelanggan, hingga mematikan lampu saat tutup---semuanya dikerjakan sendiri karena belum mampu menggaji satu pun pegawai.
Masalah seperti ini bukan satu-dua kasus.Â
Di Indonesia, banyak UMKM yang ingin berkembang, namun terhambat oleh keterbatasan modal dan kesulitan membayar tenaga kerja secara layak.Â
Ini bukan hanya masalah penghasilan, tapi juga menyangkut keberlangsungan dan daya saing usaha kecil itu sendiri.
Lantas, adakah jalan tengah yang memungkinkan UMKM tetap bertahan sekaligus bisa menggaji pegawai secara layak?
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UMKM berupaya menjembatani kesenjangan antara usaha kecil dan industri besar melalui pendekatan Holding UMKM.
Skema ini mengusung model kemitraan klaster dan rantai pasok, di mana UMKM tidak lagi bekerja secara terpisah, tetapi menjadi bagian dari sistem ekonomi yang lebih besar.
"Kami membangun ekosistem kemitraan bisnis UMKM berbasis klaster dengan industri besar," kata Bagus Rachman, Deputi Bidang Usaha Menengah Kementerian Koperasi dan UMKM, dikutip dari Kompas.id dalam gelaran Diplomat Success Challenge (DSC) di Jakarta.