Kompasiana.com -Â Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi resmi menerbitkan surat edaran terkait penggabungan jemaah haji dalam penempatan di Mekkah. Edaran ini ditandatangani pada Sabtu, 17 Mei 2025, sebagai tanggapan atas keluhan pemisahan keluarga jemaah akibat sistem layanan berbasis syariah atau penyedia layanan berbeda.
Kebijakan ini menekankan pentingnya kebersamaan jemaah yang memiliki hubungan keluarga dekat, seperti pasangan suami istri, anak dan orangtua, serta jemaah lanjut usia atau penyandang disabilitas beserta pendampingnya. Hal ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan psikologis dan kemudahan dalam menjalankan ibadah selama berada di Tanah Suci.
Para ketua kloter diminta segera mendata jemaah dalam kategori tersebut, khususnya mereka yang sebelumnya terpisah karena perbedaan layanan. Data ini kemudian akan dikoordinasikan lebih lanjut oleh Daerah Kerja (Daker) Mekkah untuk memfasilitasi proses penggabungan.
Menurut Direktur Layanan Haji Luar Negeri, Muchlis M Hanafi, langkah ini merupakan bagian dari upaya peningkatan layanan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan dan keberpihakan terhadap jemaah. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menciptakan pengalaman ibadah haji yang lebih baik dan bermakna bagi seluruh jemaah Indonesia.
Koordinasi dan Layanan Jemaah Haji di Mekkah: Antara Pelaporan dan Pemisahan Tempat Tinggal
Dalam penyelenggaraan ibadah haji di Mekkah, penting bagi setiap jemaah untuk mengikuti prosedur koordinasi yang telah ditetapkan oleh panitia haji Indonesia. Salah satu hal yang ditekankan adalah kewajiban melapor bagi jemaah yang telah bergabung kembali dengan pasangannya, namun belum tercatat secara resmi.Â
Jemaah dalam kondisi ini diminta segera melapor kepada ketua kloter agar informasi tersebut bisa diteruskan ke sektor Daker Mekkah. Langkah ini dilakukan untuk memastikan keberadaan dan keselamatan jemaah dapat terus dipantau secara administratif.
Selain itu, pada musim haji kali ini juga terjadi pemisahan tempat tinggal antaranggota keluarga meskipun berada dalam satu kloter. Pemisahan tersebut bukanlah akibat kesalahan teknis, melainkan merupakan konsekuensi dari kebijakan layanan haji yang berbasis syarikah, yaitu perusahaan-perusahaan penyedia layanan akomodasi selama di Mekkah.Â
Sistem ini membuat pengaturan pemondokan tidak sepenuhnya berada di tangan otoritas haji nasional, melainkan disesuaikan dengan sistem kontrak layanan dari masing-masing syarikah.
Oleh karena itu, komunikasi yang baik antara jemaah, ketua kloter, dan petugas haji menjadi krusial agar pelaksanaan ibadah haji tetap berjalan lancar dan aman.