Metafora jam pasir sebagai ilustrasi dengan tepat menggambarkan dilema jamaah haji di Indonesia: waktu yang terbatas berhadapan dengan antrean panjang dan persiapan yang seringkali tertunda hingga usia senja.Â
Esai ini akan membahas perlunya pergeseran paradigma dalam mempersiapkan ibadah haji, dari kebiasaan menunda hingga memulai persiapan sejak awal masa produktif.
Meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia menghadirkan paradoks. Meskipun usia harapan hidup bertambah, banyak calon jamaah masih menunda persiapan haji hingga usia lanjut.
Hal ini berisiko menimbulkan berbagai kendala, terutama terkait kesehatan fisik dan kesiapan finansial. Ibadah haji menuntut stamina dan kekuatan fisik yang optimal untuk menjalani rangkaian ibadah yang melelahkan.Â
Menunda persiapan hingga usia tua meningkatkan risiko masalah kesehatan yang dapat menghambat, bahkan membahayakan, pelaksanaan ibadah.
Selain aspek fisik, kesiapan finansial juga krusial. Biaya haji yang cukup tinggi memerlukan perencanaan keuangan yang matang.Â
Menabung secara bertahap sejak awal masa produktif akan meringankan beban finansial di kemudian hari dan memungkinkan calon jamaah untuk fokus pada aspek spiritual ibadah haji.
Jadi, dengan demikian, ibadah haji dapat dijalankan dengan lebih khusyuk dan tenang, tanpa dibayangi kekhawatiran ekonomi.
Lebih dari sekadar aspek fisik dan finansial, persiapan dini juga memungkinkan calon jamaah untuk meningkatkan kualitas ibadah haji secara keseluruhan.Â
Memulai persiapan sejak muda memberikan waktu yang cukup untuk mempelajari tata cara ibadah haji, mempersiapkan mental dan spiritual, serta mempersiapkan segala hal yang diperlukan. Hal ini akan meningkatkan pemahaman dan keimanan, menghasilkan pengalaman ibadah yang lebih bermakna dan berkesan.