Mohon tunggu...
Harly Yudha Priyono
Harly Yudha Priyono Mohon Tunggu... Sejarawan - Historian

Mahasiswa Magister Sejarah dan Peradaban Islam. Fokus pada bidang kajian Tasawuf Progresif, Sejarah Islam, dan Pemikiran Islam. Juga merespon hal-hal terkait Politik, Hukum, Ekonomi, dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sufi dan Alam Pikir HOS Cokroaminoto

2 April 2020   06:00 Diperbarui: 2 April 2020   06:08 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/ edited by hyp

“Lalu bagaimana dengan limpahan dosa kami saat ini? Adakah bisa kami menuai kehidupan kedua, dengan nyawa yang masih melekat namun pribadi ini kotor berimbun dosa bahkan mungkin sampai waktu ini?”

Tanyanya parewa tadi padaku lagi, tetapi sekarang dengan tanyanya tak kusebut lagi mereka sebagai Parewa tetapi Pemuda Penuntun Hikmah. Tanyanya sudah cukup menunjukan keingan mereka untuk berubah.

“Lihatlah beberapa manusia, sungguh tak luput ia dari dosa, kecuali Baginda Nabi Sallallhu alaihi wasallam. Ketahuilah juga wahai anak muda diri inipun tak luput dari tingkah yang salah. Maka penggal terakhir pertanyaan kalian bukan hanya untuk diri kalian semua, tetapi akupun juga butuh berubah”.

Aku melihat keseriusan mereka, pemuda yang ingin berubah dan tingkahnya pun tak sabar untuk mendapat kehidupan kedua yang mulia.

“Ingatlah baik-baik, sahajakan difikir dan dihati bahwa amal dikehidupan pertama untuk mendapatkan kehidupan kedua, bukan semata-mata karena manusia, tetapi Lillahi ta’ala.

Dari gelagat dan rupa wajah, sepertinya mereka tiada tahu tentang kondisi luar. Tentang apa yang terajdi dinegeri ini. Waktu mereka termakan dalam jeruji, tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Kalian semua dengarlah, biar aku mengulang yang terekam dalam sejarah hidup guru bangsa kita bahwa orang-orang eropa dahulu datang kemari untuk mencari apa yang tidak ada di tanah mereka. Tak hanya sehari, melainkan tiap tahun bahkan sampai saat ini”

Antusias mereka memaksaku untuk kembali berkata.

“Dahulu, kala berjaya tetapi tak menggapai kebenaran kepercayaan, juru kata dan bicara akan dakwah dari tanah sastra nan kaya datang kemari untuk membuat kita lebih berbudi akan ekistensi tuhan dengan sebenarnya iman. Namun, hilanglah daya saat ini . Salah satu nama dari sayuran pettai atau lamtoro mengendalikan politik. Hilanglah nilai kita, semakin modern semakin gila negeri ini dipandang, entah yang berkuasa maupun pendukung mereka. Bahkan sebelum haluan politik saat ini berganti, begitu pula yang dilakukan oleh negeri dengan kepalsuan demokrasi memanfaatkan penguasa negeri ini ”.

Semakin lama ujaranku pada mereka, perhatiannya semakin jauh menggali.

“Mengapa terjadi suatu dominasi dan korbannya adalah kita rakyat negeri ini, tidak cukupkah penjajahan terdahulu. Dan apa arti kata merdeka sebenarnya?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun