Mohon tunggu...
Harlinton Simanjuntak
Harlinton Simanjuntak Mohon Tunggu... Administrasi - Disciple

Gunung itu tempat terindah merefleksikan keagungan Sang Pencipta. Ayo daki gunung....

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Supremasi "Politik" Kebijakan BPJS Kesehatan

20 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 20 Mei 2020   07:59 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi iuran bpjs naik. (sumber: KOMPAS)

“Jaminan Kesehatan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang mana perlindungan dan pemenuhannya adalah kewajiban negara, terutama pemerintah”

Dalam prinsip negara hukum, hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu sistem kekuasaan suatu negara. Setiap kebijakan penguasa secara prinsip tunduk kepada hukum. Hukum menjadi ‘panglima’ dalam menentukan arah suatu kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa.

Kali ini kita melihat sebuah panorama panggung ‘dagelan’ yang sedang dimainkan oleh penguasa mengenai kebijakan jaminan kesehatan. Secara khusus kebijakan tentang ‘iuran’ BPJS Kesehatan yang merupakan program negara dalam memberi kepastian perlindungan dan jaminan terhadap hak atas kesehatan. 

Program yang dihadirkan oleh negara untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil dan merata dengan prinsip penyelenggaraan yang didasarkan pada asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Hak Uji Materiil Warga Negara

Kisah ini bermula pada tanggal 24 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.

Pada intinya Presiden sedang melakukan upaya ‘penyelamatan’ terhadap BPJS Kesehatan yang mengalami defisit anggaran (karena keselahan tata kelola BPJS Kesehatan) dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan bahkan sampai lebih dari seratus persen.

Pada 2 Januari 2020 sebuah komunitas yang bernama ‘Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia’ menggunakan hak konstitusinya dengan mengajukan gugatan hak uji materiil Perpres 75/2019 yang di register dengan nomor 7 P/HUM/2020 ke Mahkamah Agung dengan putusan yang telah ditetapkan pada 27 Februari 2020 yang pada intinya majelis hakim menyatakan bahwa kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan berdasarkan pertimbangan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis secara substansi ketentuan dalam pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres 75/2019 adalah cacat yuridis atau melanggar hukum karena bertentangan dengan prinsip kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Dengan adanya putusan tersebut, secara hukum ketentuan dalam pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres 75/2019 tidak mempunyai kekuatan hukum dan iuran BPJS Kesehatan kembali kepada ketentuan sebelumnya artinya iuran tidak jadi naik dan pemerintah (dalam hal ini BPJS Kesehatan) wajib melaksanakan putusan Mahkamah Agung (meskipun hal ini hanya berlaku bagi peserta PBPU dan BP).

Kebijakan Pasca Putusan Hak Uji Materiil

Pasca putusan hak uji materiil Perpres 75/2019 tersebut, pemerintah tidak langsung melaksanakan putusan tersebut, pemerintah menetapkan kebijakan bahwa iuran BPJS Kesehatan (untuk PBPU dan BP) kembali pada ketentuan sebelumnya berlaku sejak 1 April 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun