Di dalam PP nomor 74 tahun 2008 dinyatakan guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didik yang melanggar (norma-norma). Sanksi tersebut dapat berupa teguran atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik, tetapi implementasi dari aturan tersebut kurang maksimal dalam pelaksanaannya.Â
Dalam pasal 2 Permen Dikbud Nomor 10 Tahun 2017 dinyatakan bahwa perlindungan diberikan kepada tenaga kependidikan yang menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugasnya. Bentuk perlindungan yang diberikan mencakup: a) tindak kekerasan, b) Â ancaman, c) perlakuan diskiriminatif, d) intimidasi, dan e) perlakuan tidak adil, dari pihak peserta didik, orang tua siswa, masyarakat, birokrasi atau pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai pendidik dan tenaga kependidikan.
Perlindungan yang didapatkan guru honorer saat ini belum maksimal dengan melihat berbagai kasus yang telah ada. Hak mereka untuk mendapatkan bantuan hukum yakni pengacara, tidak diperoleh. Mereka hanya bersama anggota keluarganya berjuang mencari keadilan. Semestinya guru di Indonesia mendapatkan sebuah perlindungan dalam menjalankan profesinya agar guru di Indonesia merasa nyaman dan aman melaksanakan tugasnya untuk mengabdi terhadap nusa dan bangsa.Â
Guru honorer di seluruh Indonesia hendaknya mendapatkan perlindungan hukum, HAKI, perlindungan profesi, keselamatan, dan kesehatan kerja. Maka dianggap penting keberadaan regulasi yang konkrit tentang perlindungan guru saat ini. Undang-undang yang terkait dengan perlindungan anak seharusnya bukan menjadi sebuah kendala dalam mendisiplinkan peserta didik sehingga tidak mengkriminalisasi pendidik.Â
Mengingat pasal dalam PP nomor 74 tahun 2008 tentang perlindungan hukum terhadap profesi guru pada intinya memberikan ruang kepada guru honorer untuk memberikan sanksi terhadap siswa yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan. Sehingga guru honorer di Indonesia merasa aman dan tidak ada kekhawatiran dalam menjalankan profesinya karena sudah terlindungi Undang-Undang. Harapan penulis tidak ada lagi kasus kriminalisasi guru honorer semacam Pak Mubazir dan Ibu Darmawati. Dan penguatan pendidikan karakter untuk peserta didik di Indonesia mampu tercapai.